Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) telah membentuk tim transisi sejak 18 September 2019. Artinya sehari setelah rapat paripurna DPR pada 17 September 2019 yang mengesahkan
revisi UU KPK jadi undang-undang, tim tersebut mulai bekerja untuk menjembatani perubahan metode kerja lembaga antirasuah tersebut.
Tim transisi itu dipimpin Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa untuk disesuaikan dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
Sejumlah hal yang disesuaikan, misalnya, terkait dengan status kepegawaian sekitar 1.200 orang pegawai KPK saat ini. Dalam revisi UU tersebut diatur bahwa KPK adalah lembaga dalam rumpun eksekutif sehingga seluruh pegawai KPK adalah ASN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 24 berbunyi ayat (2) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps Profesi Pegawai ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 69B ayat (1) berbunyi Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak UU berlaku dapat diangkat sebagai Pegawai ASN sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Yang jelas selain kita fokus peralihan manajemen SDM dan proses bisnisnya, persiapan masuknya dewan pengawas, beberapa kegiatan, misalnya, pelanggaran kode etik kan sekarang bukan kewenangan Pengawas Internal (PI)," ujar Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Alexander Marwata seperti dilansir
Antara.
Lebih lanjut, pria yang kembali terpilih jadi komisioner KPK periode 2019-2023 itu mengatakan menjadikan pegawai KPK sebagai ASN adalah hal logis karena secara penganggaran lembaga itu 100 persen dari keuangan negara.
"Pimpinan KPK juga adalah pejabat negara, artinya apa? KPK institusi negara, penegak hukum, hanya negara yang punya kewenangan untuk menuntut dan merampas hak seseorang termasuk KPK, dari hal itu rasa-rasanya seperti jaksa, penyidik mendapat kewenangan dari negara, sebagai aparat negara, dibiayai APBN, dari hal ini menjadi ASN konsekuensi logis dari berbagai ketentuan yang ada," tutur Alexander.
"Memang dalam UU KPK yang lama, unsur KPK itu pimpinan, penasihat dan pegawai sebagai pelaksana. Pegawai dijabarkan dalam PP sebagai pegawai tetap, pegawai tidak tetap dan pegawai yang dipekerjakan, sebelumnya nomenklatur pegawai tetap tidak ada dalam ketatanegaraan, kalau dibiayai APBN maka menjadi aparat sipil negara atau TNI/Kepolisian, secara prinsip aparat negara," sambungnya.
Puluhan pegawai KPK membawa bendera kuning keluar dari gedung Merah Putih KPK, 17 September 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Persoalan selanjutnya adalah terkait dengan mekanisme kerja Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan untuk memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana diatur dalam 7 Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, dan Pasal 37G serta Pasal 69A, Pasal 69B, Pasal 69C, dan Pasal 69D.
Namun, kode etik Dewan Pengawas pun belum ditentukan dalam UU tersebut sehingga apakah keputusan Dewan Pengawas bersifat
collective collegial atau boleh rangkap jabatan atau aturan-aturan lainnya belum dijabarkan dalam UU tersebut.
Selain persiapan pegawai KPK menjadi ASN, Alexander sendiri menilai persoalan Dewas itu tak terlalu mendesak untuk dibahas dalam tim transisi karena belum dibentuk.
"Yang jelas [tim transisi]
in charge manajemen SDM, proses bisnis internal kita tapi sudah disiapkan SOP (
standard operation procedure) yang pasti akan berubah banyak, tapi belum mendesak, karena dewasnya saja belum ada, selama belum ada dewas ya sudah sekarang yang jalan, jalan terus," kata Alexander.
Terkait wewenang Dewas soal izin penyadapan, penggeledahan, hingga penyitaan, Alexander mengaku pihaknya masih meminta masukan dari kajian para ahli hukum tata negara.
"Ya kita akan minta kajian ahli hukum tata negara konsekuensinya seperti apa karena belum jelas juga," ujar Alexander.
[Gambas:Video CNN]Kendala UU ASNSalah satu persoalan menjadikan pegawai KPK jadi bagian dari ASN itu sendiri dinilai menghadapi kendala yakni undang-undang yang mewajibkan maksimal 35 tahun saat diangkat jadi PNS.
"Kemarin kita sudah koordinasi dengan Kemenpan dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), nanti akan dicari formula yang istilahnya win-win solution, karena dari awal diwanti-wanti jangan sampai pegawai dirugikan. Kemarin banyak juga yang dulunya ASN kemudian mengundurkan diri lalu menjadi pegawai tetap KPK," ujar Alexander.
Soal mantan PNS yang sempat mundur untuk jadi pegawai tetap KPK tersebut pun, kata Alexander harus pula diperhatikan tim transisi akan seperti apa nantinya.
"Jadi tetap peraturan perundangan ASN harus kita ikuti dan ini saja menimbulkan kecemburuan bagi lembaga lainnya, kok enak banget tuh KPK tiba-tiba langsung jadi ASN semua. Artinya jadi ASN saja banyak yang iri juga, jadi masih dicari formula terbaik masih dicari seperti apa, kan masih ada 2 tahun lagi. Apakah yang 2 tahun lagi akan pensiun masuk ASN? Atau cukup pakai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) kan statusnya kita tidak mengerti," kata mantan pegawai karier di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tersebut.
(antara/kid)