Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Gubernur Banten yang kini menjadi anggota DPR RI,
Rano Karno, membantah perihal uang Rp700 juta yang diterimanya sebagaimana disebutkan dalam dakwaan
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Uang yang disebut jaksa diterima oleh Rano Karno itu terkait dengan korupsi pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD tahun anggaran 2012 dan APBD-P TA 2012.
"Ini perkara lama yang sudah berulang-ulang saya terangkan kepada publik dan teman-teman di KPK. Pernyataan saya masih serupa, lalu lintas uang seperti yang disampaikan saksi Kadinkes ketika itu, Saudara Djadja [Buddy Suhardja], tak pernah ada," ujar Rano Karno kepada
CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Kamis (31/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menguatkan bantahannya tersebut, Rano Karno mengatakan pada saat menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten, tidak ada kepala dinas yang berani menghampirinya.
Ia pun mendukung sepenuhnya proses hukum yang tengah berjalan ini. "Selebihnya, saya serahkan dan percayakan sepenuhnya proses hukum kepada KPK," ujarnya lagi.
Rano Karno sendiri pernah diperiksa KPK terkait dengan kasus pembentukan Bank Banten, Januari 2016. Ketika itu, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Indrayati Iskak menjelaskan Rano dianggap mengetahui, menyaksikan, atau mendengar soal suap yang melibatkan pejabat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan anggota DPRD setempat.
Sementara itu dalam sidang perdana ini, Wawan didakwa melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD tahun anggaran 2012 dan APBD-P TA 2012.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengatakan Wawan dan pihak lainnya telah menikmati uang dari kasus korupsi tersebut. Salah satu pihak yang menerima uang adalah Rano Karno dengan Rp700 juta.
"Terdakwa telah mengatur pengusulan anggaran Dinkes Provinsi Banten dan mengarahkan pelaksanaan pengadaan alat kedokteran serta mengatur pelaksanaan pengadaan alkes kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBD-P 2012," ujar jaksa Budi Nugraha saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Wawan juga didakwa melakukan korupsi bersama staf PT Balipasific Pragama (PT BPP) Dadang Prijatna dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan alkes Puskesmas Kota Tangerang Selatan Mamak Jamaksari yang telah divonis bersalah dalam perkara ini.
Jaksa menyebut Wawan telah memilih sejumlah perusahaan yang dikehendaki untuk melakukan pengadaan alkes di rumah sakit rujukan Provinsi Banten tanpa melalui proses lelang. Pengadaan itu di antaranya meliputi alat kedokteran instalasi bedah sentral, UGD, radiologi, ruang rawat inap, dan gas medis.
Atas perbuatannya, Wawan diduga memperkaya diri sendiri lebih dari Rp50 miliar dan beberapa pihak di antaranya Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp3,859 miliar, Rano Karno Rp700 juta, Djadja Budi Rahardja Rp240 juta, dan sejumlah pihak swasta dari pengadaan alkes rumah sakit rujukan Provinsi Banten.
Sementara dalam korupsi pengadaan alkes Puskesmas Kota Tangerang Selatan, Wawan diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp7,9 miliar.
[Gambas:Video CNN]Jaksa mengatakan dalam proses pengadaan alkes Puskesmas Kota Tangerang Selatan, terungkap biaya 'upload ghaib' dan evaluasi panitia pengadaan kurang lebih sebesar Rp103 juta. Biaya upload ghaib ini merupakan
fee untuk menggagalkan perusahaan tertentu dalam proses lelang pengadaan tersebut.
"Akibat perbuatan tersebut, terdakwa telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp79.789.124.106,35 atas tindakan korupsi pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten dan kerugian negara sebesar Rp14.528.805.001,75 terkait korupsi pengadaan alkes Puskesmas Kota Tangsel," katanya.
(ryn/wis)