Polisi Absen, Praperadilan Aktivis Papua Surya Anta Ditunda

CNN Indonesia
Senin, 11 Nov 2019 17:36 WIB
Tim kuasa hukum Surya Anta keberatan dengan jadwal sidang yang baru digelar dua pekan mendatang, karena bisa mengancam gugatan praperadilan Surya Anta.
Ilustrasi. (Foto: Istockphoto/simpson33)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gugatan praperadilan kasus Aktivis Papua yang juga Juru Bicara Front Rakyat Indonesia (FRI-WP), Surya Anta ditunda hingga dua pekan mendatang. Penundaan ini lantaran pihak tergugat dalam hal ini Polda Metro Jaya tak menghadiri persidangan.

Hakim Tunggal Praperadilan Agus Widodo menawarkan ke para kuasa hukum untuk melakukan pemanggilan pada Senin (25/11) mendatang. Tapi tawaran tersebut coba dinegosiasikan oleh para kuasa hukum.

Pantauan CNNIndonesia.com, lebih dari sekali anggota kuasa hukum tampak mengajukan permohonan percepatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apa tidak bisa lebih cepat?" kata anggota Tim Advokasi Papua, Oky Wiratama.

"Ini untuk memenuhi waktu yang patut," kata Hakim Agus Widodo.

Tim Advokasi Papua mengungkapkan kekecewaan atas ketidakhadiran perwakilan Polda Metro Jaya. Anggota lain Tim Advokasi Papua Muhammad B Fuad mengutarakan kekecewaan pula ke pihak pengadilan.

"Karena kemudian panggilan baru dua minggu yang akan datang akan diselenggarakan sidang, dengan alasan panggilan harus dilakukan secara patut," kata Fuad.

Ia khawatir tenggang waktu proses praperadilan ini bakal beradu cepat dengan penyelesaian berkas keenam kliennya di Polda Metro Jaya.

"Bahwa ini praperadilan, maka ini menjadi penting harus cepat diselenggarakan karena ini berkaitan dengan ketika kasus makarnya dilimpahkan ke pengadilan maka secara otomatis gugatan praperadilannya akan gugur," dia menjelaskan.

Jika agenda sidang sesuai jadwal, maka seharusnya hari ini Tim Advokasi Papua membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran prosedur dalam permohonan praperadilan. Hasil pengujian Tim Advokasi Papua menemukan pelbagai dugaan pelanggaran prosedur mulai dari penggeledahan, penyitaan, penahanan hingga penetapan tersangka.

"Terkait penggeledahan yang tidak sah karena tidak memakai surat dari pengadilan setempat dan tidak ada dua saksi," jelas salah satu anggota tim Oky Wiratama.


Penggeledahan tak sesuai prosedur itu dilakukan saat penangkapan di Asrama Lanny Jaya, Depok. Tim kuasa hukum menyebut tindakan kepolisian diduga mengesampingkan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum, Acara Pidana (KUHAP).

Temuan lain, terjadi perampasan dan penggeledahan telepon genggam milik kliennya tanpa izin sehingga ada indikasi pelanggaran hak privasi. Proses penangkapan hingga penetapan tersangka pun, menurut kuasa hukum, tak sesuai Pasal 36 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 dan KUHAP.

Aturan tersebut mengharuskan pemanggilan terlebih dulu hingga ada dua alat bukti yang cukup. Kuasa hukum menegaskan memiliki cukup bukti untuk memperkuat seluruh argumen tersebut di sidang praperadilan.

"Tentu kalau kami tidak meyakini kami punya bukti yang kuat, maka kami tidak akan mengajukan upaya ini," tegas Fuad.

"Yang kedua, yang perlu digarisbawahi, upaya praperadilan ini adalah sebagai bentuk dari koreksi dari kami sebagai penasihat hukum dari enam tahanan yang hari ini ditahan di Mako, terhadap tindakan kepolisian yang dilakukan tidak prosedural," kata dia lagi.

Tim Advokasi Papua meminta kepada hakim tunggal praperadilan untuk memutuskan bahwa kepolisian menjalankan prosedur yang tidak sah dalam penanganan keenam kliennya. Selain itu, kuasa hukum juga memohon agar hakim memutuskan Kepolisian RI melakukan perbuatan melawan hukum atas pelbagai indikasi pelbagai pelanggaran prosedur tersebut.

Permohonan ketiga adalah meminta hakim tunggal praperadilan memutuskan agar keenam aktivis Papua segera dikeluarkan dari tahanan.

CNNIndonesia.com telah mengonfirmasi alasan ketidakhadiran kepolisian ke Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. Namun pesan singkat yang dikirim hingga kini belum direspons.

Kasus ini bermula dari penangkapan beruntun pada 30 dan 31 Agustus 2019 lalu. Petugas Polda Metro Jaya menangkap enam orang secara berturut. Mereka dituduh terlibat dalam dugaan makar pada aksi 28 Agustus 2019 di seberang Istana Negara, Jakarta.

[Gambas:Video CNN]
Pada 22 Oktober 2019, kuasa hukum keenam tersangka itu lantas mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Selatan. Tim Advokasi Papua menilai ada kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka makar.

"Klien kami tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun tiba-tiba ditangkap dan disebut sebagai tersangka," kata Oky Wiratama.

Enam aktivis Papua yang berstatus tersangka itu hingga kini masih ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Mereka antara lain Paulus Surya anta Ginting, Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda dan, Arina Elopere. Lima di antaranya berstatus mahasiswa kecuali Surya Anta. (ika/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER