Jakarta, CNN Indonesia -- Polda Metro Jaya menyatakan bakal menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan enam aktivis Papua ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada Selasa (22/10), aktivis Papua yang juga Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP),
Surya Anta dan lima mahasiswa resmi mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tim Advokasi Papua menilai ada dugaan kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka, penangkapan, hingga penggeledahan dan penyitaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya itu kan hak mereka, nanti bertemu di pengadilan saja," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono singkat saat dikonfirmasi di kompleks Polda Metro Jaya, Rabu (23/10).
Polda Metro Jaya menjerat enam aktivis Papua itu dengan Pasal Makar dalam KUHP.
Keenam orang ini ditangkap secara berturut-turut pada 30 dan 31 Agustus 2019 karena diduga terlibat dalam pengibaran bendera Bintang Kejora saat aksi pada 28 Agustus 2019 di depan Istana Presiden, Jakarta.
Penahanan terhadap para tersangka dilakukan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Tim Advokasi Papua mengungkapkan empat dari total enam kliennya mengalami gangguan kesehatan, namun baru Surya Anta yang mendapat penanganan medis.
Argo memastikan para tahanan lain nanti juga bakal mendapat penanganan serupa. "Kan ada penyidik juga di sana, pasti nanti juga diperiksa [tim medis]," tutur Argo.
Selain Surya Anta, menurut anggota Tim Advokasi Papua Michael Himan, tiga mahasiswa asal Papua yang ditahan di Mako Brimob juga mulai mengalami gangguan kesehatan.
Mereka adalah Ambrosius Mulait dan Dano Tabuni yang menderita sakit fisik, dan Arina Elopere yang disebut mengalami gangguan psikologis.
Arina merupakan satu-satunya tersangka perempuan dalam kasus dugaan makar ini. Psikologi Arina disebut Hilman sudah mulai terdampak, karena ia terpisah dari lima tersangka lainnya.
"Dia ini sendiri di ruangan yang besar, terus dia ada gangguan seperti halusinasi. Kalau kelamaan dia sendiri tanpa ada teman ngobrol, itu bisa gangguan jiwa juga," terang Himan saat ditemui di PN Jakarta Selatan, Selasa (22/10).
Ia mengatakan telah meminta penyidik kepolisian untuk mendatangkan dokter spesialis untuk masing-masing kliennya.
(ika/end)