Jakarta, CNN Indonesia -- Kubu bakal calon petahana ketua umum (ketum) Partai Golkar
Airlangga Hartarto mewacanakan pemilihan ketum
Golkar periode 2019-2024 dilakukan secara aklamasi dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang berlangsung pada 4 hingga 6 Desember mendatang.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar sekaligus loyalis Airlangga, Lodewijk Friedrich Paulus, mengatakan aklamasi adalah proses pemilihan berdasarkan hasil musyawarah mufakat yang diamanatkan Pancasila.
"Kita mengharapkan aklamasi, aklamasi itu kan musyawarah, muyawarah mufakat itu selesai. Itu yang diamanatkan Pancasila di sila keempat," kata Lodewijk kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lodewijk pun membantah pernyataan bakal calon ketum Golkar Bambang Soesatyo yang mewanti-wanti agar pemimpin Golkar di periode berikutnya tidak dipilih secara aklamasi.
Alasan Bamsoet, ketua umum partai harus lahir dari proses pemilihan yang dilakukan secara demokratis.
"Ini gak boleh. Di Golkar tidak terbiasa itu ketua umum lahir dari rapat pleno atau aklamasi, tetapi lahir dari Munas. Golkar biasanya panas tapi kemudian bersatu kembali," kata Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar tersebut.
Sebaliknya, Lodewijk menilai sistem aklamasi justru akan mencegah perpecahan di tubuh Partai Golkar pascapemilihan ketum di Munas mendatang.
Pemilihan dengan sistem pemungutan suara atau voting yang justru berpotensi memecah Golkar di hari mendatang.
[Gambas:Video CNN]"Justru aklamasi menghilangkan itu. Aklamasi kan kompak sepakat musyawarah memilih seseorang. Kalau dikatakan voting ya pasti pecah, ini justru kebalik," kata Lodewijk.
Namun begitu, menurutnya, sistem yang akan ditempuh di pemilihan ketum Golkar mendatang akan sangat tergantung pada kesepakatan pihak yang maju di bursa calon ketum Golkar.
"Tergantung bagi kader-kader yang akan maju dalam Munas, mereka tentunya akan berkomunikasi kemudian kesepakatan apa didapat nanti kita lihat," tutur Lodewijk.
(mts/wis)