Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana
Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan. Aturan tersebut sudah ditandatangani Jokowi sejak 12 November lalu.
Dalam PP 77/2019, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ditugaskan menjadi ujung tombak dalam melakukan berbagai upaya pencegahan tindak pidana terorisme, antara lain melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Menurut Pasal 4 PP 77/2019, kesiapsiagaan nasional dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, pelindungan dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, serta pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara kontra radikalisasi dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme. Orang atau kelompok ini memiliki kriteria, memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan paham radikal terorisme, memiliki hubungan dengan orang atau kelompok orang yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme.
Selain itu mereka juga memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit dan mengarah pada paham radikal terorisme, serta memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan budaya sehingga mudah dipengaruhi paham radikal terorisme.
Kontra radikalisasi sendiri dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui, kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi.
Sedangkan deradikalisasi dilakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana, dan narapidana tindak pidana terorisme serta mantan narapidana terorisme, orang atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.
Kepala BIN Budi Gunawan (kanan) berbincang dengan Kepala BNPT Suhardi Alius (kiri) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf) |
Deradikalisasi yang dilakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana, dan narapidana kasus terorisme, diberikan melalui tahapan, identifikasi dan penilaian, rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial.
Dalam aturan itu, rehabilitasi dilakukan dengan cara, ceramah atau kuliah umum, diskusi, pembinaan dan pendampingan, penyuluhan atau sosialisasi, serta praktik latihan.
"Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan dengan melibatkan akademisi, praktisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan atau aparat penegak hukum," demikian bunyi Pasal 37 PP 77/2019.
Kemudian terkait reintegrasi sosial dapat berbentuk penguatan rasa percaya diri untuk kembali kepada masyarakat agar tidak takut atau bergantung lagi dengan kelompok atau jaringannya, peningkatan pemahaman dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Selain itu, peningkatan kemampuan sosial dalam proses integrasi kembali ke masyarakat, serta peningkatan keterampilan untuk dapat menghidupi diri dan keluarganya.
Reintegrasi sosial bisa dilakukan melalui, diskusi, pembinaan dan pendampingan, penyuluhan, sosialisasi, pendidikan keterampilan tertentu, pelatihan dan sertifikasi kerja, pelatihan kewirausahaan, magang, maupun kegiatan sosial.
Lebih lanjut, deradikalisasi yang dilakukan kepada mantan narapidana terorisme, orang atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme dilakukan melalui pembinaan wawasan kebangsaan, pembinaan wawasan keagamaan, serta kewirausahaan.
 Terdakwa terorisme berada di ruang tahanan sebelum mengikuti sidang di Pengadilan Negeri, Jakarta Barat. (CNN Indonesia/ Andry Novelino) |
Kegiatan deradikalisasi kepada mantan narapidana terorisme, orang atau kelompok yang sudah terpapar paham radikal terorisme itu dilakukan paling lama enam bulan serta dapat diperpanjang satu kali untuk waktu enam bulan lagi berdasarkan hasil penilaian BNPT.
PP 77/2019 juga mengatur perlindungan terhadap penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara terorisme. Perlindungan diberikan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Keluarga penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan, baik istri atau suami, anak, orang-orang yang tinggal serumah, serta anggota keluarga lainnya juga mendapat perlindungan. Perlindungan dilakukan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan.
Pelindungan tersebut diberikan dalam bentuk pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas dan bentuk pelindungan lain yang diajukan secara khusus oleh penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan.
Aturan baru ini juga memberikan kewenangan BNPT sebagai pusat analisis dan pengendalian krisis, untuk meminta data dan informasi kepada kementerian atau lembaga. Setiap kementerian atau lembaga wajib memberikan data dan informasi yang diminta BNPT.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan PP 77/2019 merupakan panduan dalam melakukan pencegahan aksi terorisme. Aturan itu juga berisi tentang upaya deradikalisasi dengan memakai pendekatan yang komprehensif.
"Tidak hanya pendekatan keamanan, pendekatan komprehensif itu bisa melalui pendidikan edukasi, perbaikan infrastruktur sosialnya, infrastruktur pendidikan, perbaikan, dan lain-lain," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Selasa (26/11).
Moeldoko menyebut deradikalisasi harus dilakukan juga dengan memakai pendekatan kesejahteraan, pendidikan, hingga kesehatan.
"Itu jauh melampaui dari yang kita pikirkan. Seolah-olah itu deradikalisasi hanya pendekatan keamanan," ujarnya.
[Gambas:Video CNN] (fra/pmg)