Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan korban Agen
First Travel menyambangi Kejaksaan Agung untuk meminta perlindungan dan bantuan hukum.
Penasihat hukum korban, Pitra Romadoni Nasution meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengeluarkan perintah resmi penundaan eksekusi putusan pengadilan terkait aset PT Anugerah Karya Wisata alias First Travel.
"Ini kan dirampas, tapi belum dieksekusi. Sehingga masih ada solusi-solusi lain. Makanya kami meminta pada Bapak Jaksa Agung agar resmi menunda lelang ini sampai terciptanya solusi penyelesaian berupa pengembalian uang kepada para jamaah korban First Travel," kata Pitra usai menyerahkan berkas laporan ke perwakilan Kejaksaan Agung di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (3/12).
Ia mengungkapkan, langkah menggugat putusan ke pengadilan negeri adalah hal yang musykil dikabulkan. Karena itu harapan para korban bertumpu pada Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ini belum dieksekusi lelang, dan itu belum sah dirampas oleh negara. Kecuali sudah dieksekusi atau dilelang oleh perusahaan, baru ada hak korban untuk menggugat pemerintah," katanya.
[Gambas:Video CNN]Pitra mengklaim, tiga orang korban yang datang bersamanya ke Kejagung ini hanya segelintir perwakilan. Total korban yang menyerahkan kuasa hukum padanya diklaim mencapai ratusan orang.
"Ada ratusan. Akan tetapi [korban ada] yang mengatakan mewakili ribuan korban. Tapi saya tidak bisa menyatakan mewakili ribuan [korban] kalau tidak ada kuasanya," kata dia.
Peninjauan KembaliMeski para korban belum bisa menggugat--karena eksekusi aset urung dilakukan, tapi langkah hukum menurut Pitra masih bisa dilakukan Kejaksaan Agung. Kata dia, upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung bisa ditempuh.
"Makanya kedatangan kami hari ini, kami meminta bantuan hukum ke Kejaksaan Agung RI untuk memberi bantuan hukum kepada mereka [korban]," kata Pitra.
Menurutnya, karena kasus ini masuk ranah pidana, maka kejaksaan sebagai pengacara negara wajib memberikan bantuan hukum ke korban, yang merupakan warga negara.
"Berkas yang saya masukkan, ada berkas gugatan saya ke Mahakamah Konstitusi, terhadap Pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 46 KUHAP agar bisa dijadikan novum bagi Kejaksaan Agung sehingga bisa mengajukan PK," katanya.
Pitra mengatakan, meskipun menghormati putusan hakim MA namun ia pun mengingatkan terdapat celah dalam putusan. Ia menganggap keputusan atas kasus ini masih bisa diuji karena tak berkesesuaian dengan tuntutan jaksa.
"Tolong diingat, tuntutan jaksa itu [aset] bukan untuk diserahkan ke negara akan tetapi dikembalikan kepada korban. Ini saya menilai ada melampaui batas terhadap putusan tersebut. Walaupun melampaui batas, tetapi saya tetap hormati putusan tersebut," ujar Pitra.
Berlembar berkas laporan itu diterima Kepala Sub Direktorat Hubungan Lembaga Pemerintah Kejaksaan Agung, Andi Rio Rahmat Rahmatu.
Saat proses pengaduan tersebut Andi menjanjikan bakal segera memproses laporan.
"Kami pun sebagai perwakilan masyarakat sudah maksimal, kami juga sudah meminta mengembalikan tapi memang ada perbedaan pandangan hukum," kata Andi. "Pelaporan ini akan menjadi agenda prioritas yang akan disampaikan ke pimpinan."
(nrk/ugo)