Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Novel Baswedan mengatakan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini terasa berbeda. Ia menyinggung tahun ini KPK mendapat serangan dari banyak sisi, bahkan dikatakan situasi tersebut sampai menguntungkan koruptor.
"Baik KPK-nya yang dilemahkan, serangan-serangan yang dibiarkan dan justru malah terkesan ada kemenangan bagi koruptor," kata Novel saat ditemui di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Senin (9/12).
Melihat situasi sudah sedemikian rupa, Novel menitipkan pesan kepada pemerintahan Jokowi - Maruf yang tengah gencar-gencarnya membangun infrastruktur agar tegas dalam penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita berharap semoga yang dilakukan oleh pemerintah semuanya baik. Tapi kita perlu ingat keberhasilan pembangunan tentu harus bersamaan dengan penguatan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," terang dia.
Novel menambahkan indikator keberhasilan pemberantasan korupsi dapat dinilai dari tiga faktor, yaitu penindakan, pencegahan dan pendidikan. Menurut dia, ketiga faktor tersebut harus berjalan secara bersamaan dalam mencapai tujuan memberantas korupsi.
Namun dalam aturan perubahan Undang-undang KPK yang terjadi, ia melihat justru pencegahan berjalan sendiri dan penindakan dilemahkan.
Ia menjelaskan penindakan dilakukan dalam rangka membuat orang takut untuk berbuat korupsi. Sementara pencegahan dilakukan agar orang tidak bisa berbuat korupsi, serta pendidikan dilakukan agar orang tidak mau melakukan korupsi.
"KPK mandat dalam Undang-undang seperti itu, tapi ketika penindakan dilemahkan saya khawatir enggak lagi berimbang," kata dia.
[Gambas:Video CNN]"Enggak mungkin pencegahan bisa berjalan sendiri," tutupnya.
Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku prihatin terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang memperbolehkan eks nara pidana korupsi mencalonkan diri pada Pilkada 2020. Menurut dia, orang yang terbukti melakukan korupsi semestinya dilihat sebagai catatan buruk dan dijadikan pertimbangan.
"Ya prihatin saja. Kalau orang pernah jadi koruptor apalagi terpidana dalam perjalanannya kita tahu yang orang sebut mentalitasnya seperti apa kok masih dipertahankan? Kan mestinya tidak. Jadi, untuk pencalonan berikutnya mestinya dilarang. Mestinya aturan itu harusnya konsisten," kata Agus.
Sebelumnya KPU memang sempat mengatur pelarangan mantan koruptor untuk maju Pilkada dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 untuk pemilu tahun ini. Namun hakim Mahkamah Agung (MA) membatalkan aturan ini karena Undang-undang tak mengaturnya.
Sementara itu Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif meminta agar catatan calon penyelenggara negara yang merupakan eks koruptor tertera di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Selain itu, Laode mendesak agar partai politik tidak mencalonkan kembali kadernya yang pernah tersandung korupsi.
(ryn/ain)