Putusan MK Disebut Buat Elektabilitas Eks Napi Tergerus

CNN Indonesia
Kamis, 12 Des 2019 10:12 WIB
Putusan MK dinilai bisa mengurangi eks napi nyalon di Pilkada karena syarat jeda lima tahun untuk maju bisa membuat elektabilitas calon tergerus.
Ilustrasi Pilkada. (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Pilkada mampu memangkas jumlah mantan koruptor maju di Pilkada.

"Syarat mantan koruptor baru bisa mencalonkan diri dengan tenggat lima tahun setelah dia menyelesaikan masa hukuman tentunya akan membatasi mereka untuk menjadi calon kepala daerah," kata dia, di Jakarta, Kamis (12/12).

Diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi UU Pilkada terkait syarat calon kepala daerah. Mahkamah mengharuskan semua eks narapidana yang 'nyalon' memenuhi empat syarat secara kumulatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yakni, cuma bisa ikut dalam pemilihan jabatan yang dipilih publik (elected officials), bukan residivis atau pelaku kejahatan berulang, jujur mengumumkan statusnya sebagai eks napi ke publik, serta sudah melalui masa lima tahun sejak masa hukumannya berakhir.

Menurut Adi, syarat dari MK itu akan menghambat sisi elektabilitas calon. Pasalnya, masa lima tahun potensial membuat nama seseorang jadi tenggelam.

[Gambas:Video CNN]
"Setelah menyelesaikan masa tahanan, kemudian menunggu lima tahun dulu baru bisa mencalonkan diri akan membuat elektabilitas mereka tergerus karena selama kurun lima tahun itu nama-nama baru akan terus bermunculan," katanya.

Terpisah, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid menilai putusan MK itu tetap bisa mengakomodasi dua pihak yang berseberangan.

Kelompok pertama, kata dia, berpendapat mantan napi tidak boleh maju sebagai sanksi sosial serta efek jera. Di sisi lain, ada kelompok yang berpendapat mereka boleh maju karena mantan napi tetap mempunyai hak politik untuk memilih dan dipilih.

"Saya pikir ini adalah jalan tengah yang baik dan bijak dan tetap konstitusional," kata Sodik lewat keterangan tertulisnya, Kamis (12/12).

Meski demikian, ia menyebut putusan MK belum cukup untuk memberi efek jera bagi koruptor.

"Tapi memang soal efek jera harus dilakukan secara simultan dalam berbagai bidang tidak hanya dalam Pilkada saja," kata dia.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebut putusan MK belum bisa diakomodasi lewat revisi UU Pilkada.Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebut putusan MK belum bisa diakomodasi lewat revisi UU Pilkada. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Doli menyebut putusan MK itu baiknya diatur dalam Peraturan Komisi Pmeilihan Umum (PKPU) untuk saat ini. Sebab, pihaknya sudah tidak mungkin lagi melakukan revisi terhadap UU Pilkada karena proses Pilkada 2020 sudah dimulai.

"Kalau nanti kita membuka revisi takutnya enggak kekejar, tapi kalau soal yang berkaitan dengan eks napi koruptor dengan putusan MK, itu saya kira KPU sudah bisa punya dasar hukum untuk melakukan revisi kembali dalam PKPU-nya," kata dia.

(antara/rzr/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER