Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar pendidikan sekaligus guru besar Universitas Negeri Yogyakarta, Suyanto, menyatakan kampus dengan perusahaan perlu berkoordinasi agar kebijakan baru
Nadiem Makarim berjalan lancar.
Salah satu dari empat poin kebijakan baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu adalah membolehkan mahasiswa menukar sistem kredit semester (SKS) dengan kegiatan di luar kampus, salah satunya magang di perusahaan atau wirausaha.
Mahasiswa bisa mengambil maksimal 40 SKS atau setara dua semester kegiatan di luar kampus. Kebijakan itu bukan paksaan, tapi pihak kampus wajib memberikan opsi bagi mahasiswa yang ingin mengambil haknya.
"Yang perlu diperhatikan jika usulan itu direalisasikan adalah apabila perusahaan atau industri tidak bisa menampung seluruh mahasiswa di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 7 juta mahasiswa," kata Suyanto, saat dihubungi via sambungan telepon oleh CNNIndonesia.com pada Sabtu (24/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya untuk menjalankan program tersebut, pemerintah melalui kementerian terkait harus saling bekerja sama. Sebab bukan tidak mungkin perusahaan akan kewalahan menyerap tenaga kerja.
Perusahaan juga disebut Suyanto mungkin akan membutuhkan insentif untuk membantu penyerapan tenaga magang, sehingga Kemendikbud perlu bekerjasama dengan kementerian lainnya.
"Kalau mau program itu berjalan baik, maka perusahaan perlu insentif untuk membantu menyerap mahasiswa, harus ada saling
support antar kementerian, juga instansi terkait yang akan membantu perusahaan menyerap mahasiswa," ujarnya.
Kampus juga diimbau tidak hanya membangun sumber daya manusia yang siap kerja, tapi juga mendidik mahasiswanya untuk mampu membangun peradaban dan memperkuat karakter bangsa.
Terkait penilaian mahasiswa yang menjalani program magang, Suyanto juga mengimbau agar pihak kampus dan perusahaan bisa saling berkoordinasi dalam menentukan ukuran penilaian.
Ia juga menambahkan, program ini akan berhasil membangun SDM yang unggul, asal perusahaan yang bekerja-sama mau membantu sharing ilmu dan pengetahuan kepada mahasiswa.
"Tentu ini adalah usulan yang baik, tapi kita harus memperhatikan juga aspek penilaian. Perusahaan itu nantinya harus bisa melakukan transfer of knowledge kepada mahasiswa, jangan hanya profit making," ucapnya.
Penilaian Suyanto ini berbeda dari pengamat pendidikan Darmaningtya. Dia menyoroti perbedaan kebutuhan institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang terbagi atas universitas, politeknik, institut, dan sekolah tinggi.
Menurut Darmaningtyas, Nadiem menyamaratakan semuanya dengan kebijakan baru tersebut.
"Karena enggak paham pendidikan tinggi, maka diasumsikan semua pendidikan tinggi harus melahirkan manusia pekerja," kata Darmaningtyas saat dihubungi Sabtu (25/1).
Dia juga mengkhawatirkan pengalihan SKS ke magang dilakukan dengan alasan banyak lulusan perguruan tinggi yang menganggur.
Darmaningtyas menegaskan cara pikir tersebut tidak benar.
"Bahwa isu yang berkembang kemudian banyak sarjana kita menganggur, masalahnya karena jumlah universitas lebih banyak. Harusnya kalau mau melahirkan manusia pekerja, yang diperbanyak politeknik," tuturnya.
(vws/mel/vws)