Jakarta, CNN Indonesia -- Selebaran formulir pendaftaran kelompok
Sunda Empire terpantau beredar di media sosial, Kamis (30/1). Pihak
kepolisian menyatakan sedang menyelidiki selebaran formulir tersebut.
"Lagi kita cek (formulir Sunda Empire)," tutur Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Suhartiyono, Kamis (30/1).
Berdasarkan informasi dalam formulir yang tersebar itu, tercantum Sunda Empire di bagian kop surat. Lalu tercantum di bagian bawahnya, pusat tatanan dunia dan penguasa 4 element angin, air, tanah dan api.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di bagian pojok kanan bertuliskan Distrik Rancamanyar Planet Namek. Pada bagian kolom pengisian terdapat biodata nama lengkap, nama samaran, nomor HP, tempat tanggal lahir, marga, golongan darah dan alamat.
Dalam formulir tersebut dicantumkan syarat-syarat pendaftaran di mana para calon pendaftar anggota Sunda Empire diminta siap untuk mengikuti kegiatan Sunda Empire untuk menguasai dunia.
Salah satu syarat yaitu pendaftar diharuskan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp5 juta. Selain itu pendaftar diminta melampirkan foto copy KTP, surat nikah dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas Tanah.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga menyatakan formulir tersebut bukan bagian dari batang bukti penyidik..
"Tidak termasuk sebagai barang bukti dalam penetapan tersangka," ujar Saptono.
[Gambas:Video CNN]Menurut Saptono, formulir tersebut kemungkinan disebar oleh pihak lain.
"Sampai dengan saat ini, penyidik belum menemukan formulir tersebut dan formulir bukan bagian dari barang bukti saat ekspos," ucapnya.
Seperti diketahui, Polda Jawa Barat menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kelompok Sunda Empire. Tiga pejabat Sunda Empire yang menjadi tersangka yakni Nasri Bank selaku Perdana Menteri Sunda Empire, Raden Ratna Ningrum selaku Kaisar Sunda Empire, dan satu petinggi lain Ki Ageng Rangga.
Sebelumnya, polisi sudah meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan meski belum ada nama tersangka.
"Dari hasil keterangan ahli, alat bukti, penyidik berkesimpulan kasus ini memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 14 dan 15 UU nomor 1 tahun 1946. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong atau dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dihukum setinggi-tingginya 10 tahun," kata Saptono, Selasa (28/1).
(hyg/ain)