SETARA Minta Jokowi Pulangkan Anak-anak WNI eks ISIS

CNN Indonesia
Jumat, 07 Feb 2020 15:19 WIB
Ketua SETARA Hendardi menyatakan semakin lama anak-anak itu di kamp tahanan, atmosfer buruk dari lingkungan akan berdampak baik secara fisik maupun psikis.
Ketua SETARA Institute Hendardi. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Jakarta, CNN Indonesia -- SETARA Institute meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengambil keputusan untuk memulangkan terlebih dahulu anak-anak yang berada dalam 660 Warga Negara Indonesia (WNI) mantan pengikut ISIS di Suriah.

"Tindakan yang cukup mendesak untuk diambil adalah pemulangan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di bawah usia sembilan tahun," kata Ketua SETARA Institute, Hendardi dalam keterangan tertulis, Jumat (7/2).

Hendardi menyatakan semakin lama anak-anak itu tinggal di kamp tahanan, atmosfer yang buruk dari lingkungan di sana akan berdampak pada mereka, baik secara fisik maupun psikis. Mereka juga bisa semakin terpapar oleh paham ekstrem ISIS dan dampak buruk situasi ekstrem disana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejalan dengan pemulangan anak-anak tersebut, dibutuhkan identifikasi keluarga besar mereka serta perancangan peran mereka dan para ahli rehabilitasi medis dan psikologis," ujarnya.

Langkah awal yang bisa diambil pemerintah, kata Hendardi adalah membentuk dan mengirim tim pendahulu ke Suriah untuk mendata identitas para WNI eks anggota ISIS.

Tim tersebut juga harus melakukan profiling secara utuh, termasuk sejauh mana kaitan, kedalaman interaksi, dan keterlibatan mereka dalam jaringan ISIS.

"Tim Advance inilah yang perlu dimandatkan tugas untuk mewakili Indonesia dalam hubungan dan kerja sama dengan otoritas Kurdi dan kerjasama intelijen dengan negara lain yang memiliki keterkaitan isu dengan ISIS," ujarnya.

Kemudian secara bersamaan, lanjut Hendardi, pemerintah merancang dan mengambil kebijakan komprehensif terkait keberadaan sejumlah anggota dan simpatisan ISIS asal Indonesia yang berada di kamp tahanan di Suriah dibawah otoritas Kurdi.

"Oleh karena itu, pemerintah harus segera menyusun rencana kontingensi dan strategi yang menyeluruh mengenai keberadaan eks-anggota dan simpatan ISIS asal Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, Hendardi mendorong pemerintah Indonesia untuk memprakarsai dan menggalang kesepakatan internasional tentang nasib mantan anggota maupun simpatisan ISIS.

[Gambas:Video CNN]

Menurutnya, otoritas Kurdi yang membawahi kamp tahanan eks ISIS di Suriah, sudah sejak lama mendesak negara-negara untuk memulangkan orang-orang yang berasal dari negara masing-masing.

"Otoritas Kurdi menyatakan bahwa keberadaan mereka hanya menjadi beban bagi mereka, bukan hanya sosial-ekonomi, tapi juga keamanan. Namun, belum ada respons memadai dari dunia internasional," ujarnya.

Hendardi menyebut sejumlah negara pun sudah mengambil tindakan secara parsial. Jerman dan Australia sudah mengambil inisiatif tersendiri untuk memulangkan sejumlah anak-anak, tanpa orang tuanya.

Sementara Amerika Serikat mengambil sejumlah orang untuk diadili karena berkaitan dengan kasus teror yang berjalan di pengadilan.

"Pemerintah Indonesia harus realistis bahwa pada akhirnya, mau tidak mau, Indonesia harus mengambil tanggung jawab terhadap orang-orang asal Indonesia yang pernah menjadi anggota dan simpatisan ISIS," ujarnya.

Menurut Hendardi, pemerintah maupun masyarakat Indonesia pada saatnya tak bisa menolak keberadaan dan kembalinya mereka ke Tanah Air. Alasan sebagian dari mereka telah membuang paspor dan menyatakan bukan warga Indonesia hingga pernah bertempur menjadi tentara asing nantinya tak akan relevan.

"Isu kemanusiaan dan statelessness akan menjadi concern utama dunia internasional," tuturnya.
Hendardi menyebut pemerintah harus menggunakan pendekatan hukum yang tepat dan adil jika nantinya para mantan simpatisan ISIS kembali ke Indonesia. Pemerintah tentu sudah mengidentifikasi sejauh mana keterlibatan mereka dalam ISIS.

"Mereka yang terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan ISIS sudah sepatutnya dimintai pertanggungjawaban hukum dan diadili, sedangkan mereka yang sekedar simpatisan ISIS perlu mengikuti proses deradikalisasi dan disengagement," ujarnya.

Sebelumnya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Suhardi Alius mengatakan sebagian besar dari 600 orang warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS adalah perempuan dan anak-anak.

Suhardi mengatakan informasi itu masih harus diverifikasi. Sebab BNPT mendapat informasi itu dari pihak ketiga, seperti Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross).


(fra/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER