Jakarta, CNN Indonesia -- Aturan kekebalan hukum bagi anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (
KSSK) pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) penanganan
Virus Corona dinilai harusnya batal demi hukum.
"Sebenarnya tidak boleh. Ada dua, (pasal 27) ayat 2 dan ayat 3 juga enggak boleh, harusnya batal demi hukum. Hal-hal yang sifatnya mengecualikan suatu asas enggak bisa dicantumkan di dalam sebuah undang-undang," ujar pengajar hukum di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti, saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Jumat (3/4).
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 27 mengemukakan sejumlah ketentuan pengecualian terkait tuntutan hukum. Pasal 27 ayat (1) menyebutkan soal biaya yang dikeluarkan Pemerintah dan KSSK dalam penyelamatan perekonomian dari krisis bukan termasuk kerugian negara.
Ayat (2) pasal itu menyebutkan bahwa KSSK, pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik.
Ayat (3) menyatakan bahwa segala tindakan dan keputusan yang diambil berdasarkan Perppu Corona ini bukan merupakan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara (PTUN).
Anggota KSSK terdiri dari menteri keuangan sebagai koordinator merangkap anggota dengan hak suara, gubernur Bank Indonesia (punya hak suara), ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (punya hak suara), dan ketua Dewan Komisioner LPS (anggota tanpa hak suara).
Bivitri melanjutkan bahwa prinsip dasar hukum adalah semua dugaan pelanggaran dapat dibawa ke muka peradilan. Ia mengecualikannya jika negara dalam kondisi bahaya.
"Bahwa semua perbuatan, baik pidana perdata kalau langgar hukum ya harus bersalah atau kalau melanggar hukum silahkan diperiksa pengadilan. Enggak boleh perbuatan lawan hukum dikecualikan, kecuali dalam kondisi darurat," tuturnya, yang juga merupakan Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Wilayah Jakarta Raya itu.
[Gambas:Video CNN]Terlepas tafsir yang berbeda-beda soal kondisi darurat ini, Bivitri menyebut pemerintah sejauh ini belum menetapkan kondisi tersebut. "Boleh [ketentuan hukum] dikecualian seperti dalam konteks negara dalam keadaan bahaya," imbuhnya.
Ia pun meyakini pasal tersebut dibuat untuk menghindari kasus kriminalisasi terhadap pejabat KSSK seperti saat kasus Bank Century.
"Saya yakin takut seperti kasus Century, makanya dipasang pasal ini. Secara prinsip keliru, bukan pengecualian pasal biasa," ucapnya.
Meski begitu, Bivitri masih berharap DPR bisa merevisi pasal ini dalam pembahasan Perppu tersebut. Jikapun Dewan menerimanya dan mengesahkan Perppu itu menjadi UU, dia menyebut pasal itu rentan dibatalkan oleh Mahkamah Konsitusi (MK).
"Sangat rentan dibatalkan," cetusnya.
Diketahui, kasus Bank Century bermula dari rapat KSSK yang menyetujui penggelontoran fasilitas pembiayaan jangka pendek (FPJP) Rp6,7 triliun pada bank yang disebut "gagal berdampak sistemik" itu, pada 2008. Padahal, bank tersebut tak memenuhi syarat rasio kecukupan modal sebagaimana yang ditetapkan Bank Indonesia.
Budi Mulya selaku Deputi Gubernur BI Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, dan mendiang Siti Chalimah Fadjrijah sebagai Deputi Gubernur BI Bidang VI Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, pun sudah divonis bersalah.
Hingga kini, nama Sri Mulyani (saat itu menjabat Menkeu) dan Boediono (ketika itu Gubernur BI) masih dikaitkan dengan kasus tersebut meski belum ada buktinya.
 Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen |
Perppu ini sendiri jadi dasar bagi Presiden Jokowi mengucurkan dana penanggulangan Corona senilai 405,1 triliun. Ketua KPK Firli Bahuri kemudian mengingatkan soal ancaman hukuman mati bagi yang menyelewengkan dana ini.
Sri Mulyani sendiri sempat mengeluarkan ultimatum soal penindakan tegas kepada oknum-oknum di pasar keuangan yang memanfaatkan situasi di tengah pandemi Virus Corona.
(arh/asa)