Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kota (Pemkot)
Solo memastikan tidak akan membeli alat
rapid test secara mandiri seperti daerah lain. Pemkot Solo mempersoalkan efisiensi dan akurasi hasil tes cepat untuk mendeteksi
virus corona.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Solo, Siti Wahyuningsih, menerangkan tes cepat bekerja dengan cara mendeteksi keberadaan antibodi di dalam darah. Sampel darah hanya akan terdeteksi positif jika kadar antibodi melebihi ambang sensitivitas alat tes.
"Kalau misalnya ambang alat itu di 50, padahal antibodinya baru 30 atau 40, dia hasilnya akan negatif. Padahal sebenarnya virusnya ada. Sebaliknya, kalau hasil tes positif, belum tentu dia positif karena covid. Bisa jadi karena virus yang lain," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Pusat sejak awal menegaskan rapid test bukan sebagai alat diagnosis. Pasien yang terdeteksi positif di tes cepat harus menjalani tes yang lebih akurat dengan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Ning, sapaan akrab Wahyuningsih, menganggap pengujian yang berulang bisa dianggap sebagai pemborosan. "Tujuannya (pengadaan tes cepat) apa dulu? Apa hanya asal untuk menenangkan masyarakat? Tidak bisa begitu. Ini dana negara harus dipertanggungjawabkan. Apa tidak masuk pemborosan," ucapnya.
Ia juga mengingatkan tes cepat tanpa edukasi yang cukup justru berpotensi menimbulkan masalah di tengah masyarakat. Bahkan, bukan tidak mungkin mengganggu penanganan wabah Covid-19.
Pasien yang mendapat hasil positif dari
rapid test berisiko dikucilkan masyarakat padahal tes PCR yang lebih akurat belum keluar. Sebaliknya, hasil tes negatif dapat menimbulkan rasa aman semu bagi masyarakat.
"Dia merasa sudah negatif, padahal baru
rapid test. Kalau ternyata dia PCR-nya positif bagaimana? Padahal dia sudah terlanjur kemana-mana," ujar Ning.
Kota Solo sendiri hanya mendapat jatah 245 set alat
rapid test dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar dibagikan langsung ke sejumlah rumah sakit yang menangani pasien Covid-19. Sementara Pemkot Solo hanya mendapat 75 set.
"Kalau kita dapat dari pusat ya kita pakai. Kita lakukan terstruktur. Hanya untk ODP kontak erat dan kontak dekat," katanya.
Hal senada disampaikan Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo. Dibandingkan membeli alat
rapid test, Pemkot Solo memilih untuk menggalakkan kampanye
physical distancing, penggunaan masker di luar rumah, dan rajin cuci tangan.
"Menurut saya itu lebih efektif daripada
rapid test. Kalau pemerintah memang mau memperbanyak tes, yang diperbanyak ya tes PCR itu," katanya.
Penyebaran virus corona di Solo saat ini tercatat mencapai 70 kasus. Rinciannya 12 orang meninggal, 21 orang dirawat, dan 37 dinyatakan sembuh.
(syd/jal)
[Gambas:Video CNN]