Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menyoroti adanya dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia di kapal ikan China sebelum jenazah mereka dilarung ke laut, seperti yang diberitakan oleh media Korea Selatan, MBC, sebelumnya.
Jika benar terdapat perlakuan tidak manusiawi, pihaknya akan segera menyampaikan hal tersebut ke otoritas pengelolaan perikanan di laut lepas.
"KKP akan segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi," kata Edhy, seperti yang dikutip dari keterangan resmi pada Kamis (7/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu juga berkaitan dengan dugaan bahwa perusahaan yang mengirimkan ABK Indonesia tersebut telah melakukan kegiatan yang sama beberapa kali.
Perusahaan itu juga terdaftar sebagai authorized vessel di 2 RFMO, yaitu Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).
Terkait ABK yang selamat dan kini berada di Korea Selatan, Edhy memastikan akan menemui mereka dan pemerintah akan meminta pertanggungjawaban perusahaan yang merekrut dan menempatkan para ABK itu.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut antara lain, menjamin gaji dibayar sesuai kontrak kerja serta pemulangan ke Indonesia.
"Kami juga akan mengkaji dokumen-dokumen para ABK kita. Termasuk kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani," jelasnya.
Dalam keterangan yang sama, Edhy mengatakan bahwa pelarungan jenazah yang terekam dalam video yang kemudian disiarkan media Korea Selatan itu sebenarnya bisa dilakukan.
Hanya saja, harus ada beberapa persyaratan agar pelarungan jenazah bisa dilakukan di laut, mengacu pada aturan kelautan Organisasi Buruh Internasional atau ILO.
Edhy menjelaskan ILO "Seafarer's Service Regulations" telah mengatur soal pelarungan jenazah di laut.
Aturan itu tertuang dalam Pasal 30 dan berisi beberapa syarat agar pelarungan bisa dilakukan.
"Dalam aturan itu, pelarungan di laut boleh dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat," dikutip dari siaran pers tersebut.
Pertama, kapal berlayar di perairan internasional.
Kedua, ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan.
Ketiga, kapal tidak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya.
Keempat, sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada).
Meski begitu, kata Edhy pelarungan juga tak bisa begitu saja dilakukan.
Berdasarkan Pasal 30, ketika melakukan pelarungan kapten kapal harus memperlakukan jenazah dengan hormat.
Salah satunya dengan melakukan upacara kematian.
"Upacara dan pelarungan juga harus didokumentasikan baik dengan rekaman video atau foto sedetil mungkin," katanya.
(tst/ard)