Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead menyatakan terdapat lokasi lahan gambut untuk
program cetak sawah, yang diinstruksikan Presiden
Joko Widodo, berada di kawasan gambut tebal.
"Ada 900 ribu atau 300 ribu hektar [lokasi lahan gambut] usulan pemerintah daerah. Yang saya ketahui sampai hari ini belum ditindaklanjuti KemenLHK karena banyak permintaan di kawasan hutan," ujarnya melalui konferensi video, Jumat (8/5).
Nazir mengatakan usulan tersebut belum disetujui karena bertolak belakang dengan peraturan Menteri LHK terkait ekosistem gambut karena pada beberapa usulan, lahan yang diusulkan memiliki gambut dengan ketebalan lebih dari tiga meter atau kubah gambut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut melawan aturan pembukaan lahan pada kubah gambut yang seharusnya dijaga untuk melindungi ekosistem lingkungan di sekitarnya, termasuk menghindari kebakaran hutan dan lahan, seperti tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Menurut penelusuran CNNIndonesia.com terdapat dua macam fungsi gambut yang diatur pada Pasal 9, yakni fungsi lindung dan fungsi budidaya. Selain itu pada Pasal 26 dinyatakan setiap orang dilarang membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu.
Mengacu pada aturan tersebut, Nazir menjelaskan pencetakan sawah baru tidak bisa dilakukan di kawasan gambut dengan fungsi lindung atau pada gambut tebal. Ia menekankan agar pencetakan sawah sebaiknya dilakukan di kawasan gambut dengan fungsi budidaya atau gambut tipis.
Dari jumlah total lahan gambut seluas 14 juta hektar, BRG mencatat terdapat 60 ribu hektar lahan gambut tipis di kawasan non hutan dan terbengkalai yang bisa dimanfaatkan untuk mencetak sawah.
Terkait jumlah panen di lahan gambut, Nazir mengatakan bervariasi tergantung karakteristik lahan.
"Kita mencatat ada 100 ribu hektar lebih sawah di lahan gambut, di Sumsel, Jambi, Riau, Kalimantan. Ada yang dapat 2 ton per hektar, ada yang bisa 6 ton per hektar. Itu tinggi untuk lahan gambut," ujarnya.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarto mengatakan ia masih mengonfirmasi terkait perihal ini, ketika dihubungi CNNIndonesia.com Jumat (8/5) siang.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebelumnya menyatakan salah satu lokasi rencana cetak sawah berada di lahan kubah gambut dalam kawasan konservasi. Tepatnya berada di antara KHG (Kesatuan Hidrologi Gambut) Sungai Kapuas dan KHG Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah.
Sementara Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika menilai program cetak sawah bukan solusi jangka pendek krisis pangan di tengah pandemi karena dibutuhkan waktu lama untuk mendapat hasil panen dari pembukaan lahan sawah baru di lahan gambut.
"Kalau lancar paling cepat 7 bulan. Tapi bisa jadi 9 sampai 10 bulan itu baru bisa panen. Artinya tidak menjawab defisit pangan saat ini," ujarnya.
Untuk itu pihaknya menilai pemerintah harus punya rencana jangka pendek yang dijalankan bersamaan. Misalnya dengan melakukan diversifikasi pangan dan penanaman secara nasional,di desa maupun kota, dengan bantuan lahan, benih, atau teknologi dari pemerintah. Selain meminimalisir krisis pangan, langkah ini dinilai bisa jadi solusi krisis ekonomi masyarakat.
"Ini penting melibatkan partisipasi rakyat secara aktif. Jadi harus paralel. Cetak sawah baru solusi tersendiri, tapi jangka pendek ini panggilan darurat warga," jelasnya.
(nva)