Ego Sektoral Picu Ketidaksiapan Hadapi Corona Gelombang Dua

CNN Indonesia
Sabtu, 16 Mei 2020 06:14 WIB
Presiden Joko Widodo memimpin ratas, Kamis (16/4)
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas pengendalian penyebaran virus corona, beberapa waktu lalu. (Dok. Biro Sekretariat Presiden/Rusman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyebut ego sektoral menjadi batu ganjalan terbesar untuk Indonesia siap menghadapi virus corona (Covid-19).

Belum lagi, pemerintah sudah dalam tataran persiapan menghadapi virus corona gelombang kedua (second wave) yang sudah terjadi di beberapa negara. Agus mengingatkan sinergi antarkementerian, lembaga dan gugus tugas harus diperbaiki.

"Harusnya yang berkuasa kan ketua Gugus Tugas yang memutuskan kebijakan penanganan Covid-19, ego sektoral dan campur tangan pembantu presiden ini perlu diperhatikan. Mengacaukan langkah penanganan pandemi," ujar Agus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (15/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Agus mengacu pada sikap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang mengizinkan moda transportasi beroperasional di tengah pandemi. Penjabaran ketentuan ini merupakan turunan dari Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musik Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Menurut Agus, semestinya Gugus Tugas yang memberikan keputusan dengan pertimbangan keselamatan warga serta melihat perkembangan kasus corona, bukan kementerian.

"Banyak campur tangan kementerian dan lembaga," tegas Agus.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melarang mudik. Namun, kebijakan itu diperlonggar dengan penerbitan aturan yang mengizinkan angkutan umum beroperasi kembali dan mengecualikan sejumlah orang yang bisa bepergian. Misalnya, membawa surat keterangan sehat dan bebas Corona serta surat tugas.

Agus kemudian mengkritisi langkah pemerintah yang seakan-akan mengarahkan masyarakat pada herd immunity. Salah satunya, pelonggaran PSBB. Padahal menurut Agus, penegakan hukum yang lemah yang membuat aturan PSBB banyak dilanggar.

DKI Jakarta misalnya, kata dia, telah dibuat Pergub Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggar PSBB. Menurut pergub tersebut, ada beberapa sanksi yang dapat dikenakan pada pelanggar PSBB, mulai dari teguran tertulis, kerja sosial hingga denda paling banyak Rp250 ribu.

"Sekarang saja ada aturan tapi tidak dijalankan sanksinya, padahal penindakan pelanggar itu harus tegas, orang Indonesia kalau diberi sanksi ya mana mau nurut," kata Agus.

Agus juga mengkritisi data dan eksekusi bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran.

"Masa sudah 7 kali ganti presiden pendataan warga miskin masih salah, anggaran bansos kan besar sekali, apa mungkin dikorupsi?," ucapnya.

Agus menyarankan pembentukan integrator untuk mendata warga miskin secara real time, agar tidak terjadi lagi kesalahan pendistribusian bansos. Kementerian dan Bappenas menurut Agus tidak bekerja maksimal untuk perkara bansos.

"Harus ada data integrator data, ini mesti dibentuk karena Bappenas dan kementerian terkait tidak maksimal kerjanya," kata Agus.

Sebelumnya, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan siap mengantisipasi gelombang kedua pandemi Virus Corona di Indonesia. Namun, ia mengingatkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan dapat mencegah gelombang kedua tersebut.

Warga, katanya, harus tetap disiplin menerapkan perilaku hidup sehat dan tetap menjaga jarak.
(mln/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER