Selama lebih dari dua bulan masa pandemi corona, kerja-kerja pemerintah dan parlemen selama ini memanfaatkan teknologi. Dalam artian, mereka melakukan rapat-rapat secara virtual.
Diah menyebut selama pandemi, mayoritas pelayanan publik dilaksanakan secara jaringan (daring) atau online. Sebab dampak virus corona membuat pelayanan publik dibatasi dan beberapa pelayanan ditutup.
Kendati begitu, pembatasan dan penutupan sementara pelayanan pada unit penyelenggara pelayanan bukan berarti pembatasan akses masyarakat kepada pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelayanan dialihkan melalui daring dan mengoptimalkan berbagai media dan aplikasi pelayanan yang selama ini sudah ada digunakan," kata Diah.
Menurut Diah, dengan penggunaan teknologi informasi saat ini memungkinkan pelayanan publik dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Pemanfaatan teknologi informasi juga dilakukan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan pelayanan berbasis online untuk mengurangi tatap muka langsung dan kerumunan pemohon di kantor pelayanan.
Namun demikian, Diah menyadari, belum semua pelayanan publik dapat dilakukan secara online, dan masih dilakukan secara tatap muka.
Untuk pelayanan seperti ini, pihaknya mengaku telah mempersiapkannya, yakni dengan mengurangi kuota harian pengunjung dan pelayanan tatap muka diarahkan kepada pemanfaatan website dan whatsapp, serta menyediakan drop box yang berada di area kantor yang digunakan untuk menyampaikan dokumen persyaratan.
Kemenpan-RB juga mengakui menerima banyak laporan terkait pelayanan publik selama wabah corona. Dari laporan warga terkait pelayanan publik, sebanyak 392 laporan berkaitan dengan masalah kependudukan seperti status keaktifan NIK/KK, pembuatan KTP-el, serta sinkronisasi data NIK dengan KK penerima bantuan dan subsidi dari pemerintah.
Kendati demikian, ia mengaku tidak banyak laporan yang mempermasalahkan secara langsung mengenai penurunan pelayanan selama pandemi, namun terdapat beberapa laporan di bidang administrasi kependudukan yang mempertanyakan kantor yang tutup selama pandemi.
"Selebihnya masyarakat lebih banyak bertanya mengenai status keaktifan dan prosedur pengurusan NIK yang menjadi syarat kartu pra kerja," ujarnya.
Memanfaatkan teknologi juga dilakukan DPR. Indra menyebut rapat pembahasan sejumlah rancangan undang-undang dilakukan secara virtual melalui rapat video conference.
Secara keseluruhan, selama wabah corona ini, DPR hanya membahas RUU yang dianggap mendesak. Alasannya, DPR ingin lebih fokus ke rapat-rapat yang terkait dengan penanganan Covid-19.
"Untuk RUU yang tetap diagendakan untuk dibahas, DPR RI tetap mengedepankan efektivitas pembahasannya," ujar Indra.
Kendati demikian, dalam setiap rapat virtual, perwakilan dari masing-masing fraksi, para Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) pada setiap alat kelengkapan dewan (AKD), baik yang bersifat komisi atau badan tetap diusahakan hadir secara fisik dengan mengacu kepada protocol darurat corona.
Indra melanjutkan, selama corona ini, anggota AKD juga aktif mengikuti rapat dari rumah atau dapilnya masing-masing, sehingga tetap mengikuti proses pembahasan dan pengambilan keputusan di DPR RI.
"Perlu diketahui bahwa proses pengambilan keputusan di DPR RI, termasuk dalam pembahasan RUU tetap mengacu kepada pendapat Fraksi," ujarnya.
Satu catatan selama wabah corona ini, parlemen turut membahas RUU kontroversial. Sebut saja Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang mendapat banyak penolakan dan kritik dari masyarakat.
Selain itu, DPR juga pada wabah virus corona ini mengesahkan hasil revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Padahal revisi rancangan regulasi ini sempat mengundang aksi demonstrasi elemen masyarakat dan mahasiswa pada 2019.
Terkait hal itu, Indra mengatakan penetapan pengambilan keputusan dalam rapat-rapat di DPR tetap sah selama rapat virtual, sepanjang melibatkan fraksi dan pendapat fraksi telah dikemukakan.
"Maka keputusan atas setiap RUU menjadi sah. Di samping itu, keabsahan pengambilan keputusan melalui rapat virtual yang dilaksanakan selama corona ini telah diakui setelah diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI," ujarnya.
DPR, kata Indra, bukan tidak mendengar dan menerima aspirasi dari masyarakat selama wabah virus corona ini. Ia mengaku, pihaknya tetap melakukan dan menjalankan pelayanan publik, termasuk aspirasi.
"Karena DPR telah memiliki model penyampaian aspirasi secara virtual yaitu melalui media sosial seperti Instagram, WhatsApp, Facebook. DPR juga telah memiliki website dpr.now,"ujarnya.