Jakarta, CNN Indonesia -- Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, Muhammad Hamid, menyatakan keputusan membuka sekolah di tengah pandemi
virus corona (
Covid-19) ada di tangan pemerintah daerah.
"Siapa yang menetapkan [pembukaan sekolah]? Pemda masing-masing mau buka atau tidak. Tapi syaratnya harus zona hijau," ujarnya melalui konferensi video, Kamis (28/5).
Ia menegaskan keputusan membuka sekolah bukan di Kemendikbud. Pihaknya hanya menetapkan syarat dan prosedur sekolah yang diizinkan belajar tatap muka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, sebuah daerah harus melewati sejumlah syarat jika ingin memutuskan membuka kembali sekolah. Salah satu syarat yang mutlak harus dimiliki adalah berada di zona hijau.
Penetapan zona hijau, kuning dan merah, lanjutnya, ada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sehingga Pemda tidak bisa menetapkan secara sepihak pembukaan sekolah.
"Tidak bisa pemerintah daerah menetapkan secara sepihak sebelum ada keputusan dari Gugas bahwa daerah itu boleh buka sekolah tatap muka," ungkapnya.
Hamid menyatakan detail pembukaan sekolah bakal diungkapkan Mendikbud Nadiem Makarim pada pekan depan. Ia menekankan keputusan yang diungkap pekan depan berdasarkan diskusi dengan lintas kementerian serta pakar.
Kendati bakal membuka kesempatan sejumlah daerah membuka sekolah, ia mengaku tidak ada perubahan anggaran untuk mendukung fasilitas protokol kesehatan.
Ia menyatakan pihaknya sudah menganggarkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp53 triliun. Jika ada kekurangan, lanjutnya, maka sekolah bisa meminta tambahan dari Dana Alokasi Khusus di pemerintah daerah.
Respons BeragamRencana pembukaan sekolah sendiri menuai banyak respons dan berbagai pihak. Mulai dari guru, orang tua, siswa, pengamat, dan pejabat di ranah pendidikan.
Federasi Serikat Guru Indonesia mengaku khawatir akan ada klaster baru corona di sekolah jika pembelajaran tatap muka dilakukan terburu-buru.
Ini diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim mengingat negara seperti Perancis, Finlandia, dan Korea Selatan mendapati kasus corona pada guru dan siswa setelah sekolah dibuka.
Belum lagi dibuntuti bayang-bayang gelombang kedua penyebaran corona yang menurutnya juga perlu diperhatikan.
"Tak menutup kemungkinan [gelombang kedua corona] ini bisa terjadi di Indonesia. Jangan sampai sekolah dan madrasah menjadi klaster terbaru penyebaran Covid-19," tambahnya.
Sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Tanjung menyinggung komunikasi, koordinasi dan pendataan kasus corona yang buruk antara pemerintah pusat dan daerah.
Indikasi koordinasi yang buruk, katanya, bahkan sudah terlihat dari beda pernyataan pemerintah pusat dengan Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Seperti diberitakan sejumlah media, Walikota Bukittinggi Ramlan menyatakan pembukaan sekolah di wilayahnya bakal dilakukan Juli 2020.
Rencananya, jenjang pendidikan yang dibolehkan beraktivitas penuh adalah SMP, SMA dan kelas empat sampai enam SD. Upaya pencegahan corona seperti penyemprotan disinfektan sampai pemeriksaan PCR untuk guru juga bakal dilakukan.
CNNIndonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal tersebut ke pihak Pemerintah Kota Bukittinggi, namun belum mendapat jawaban.
Hal tersebut diungkapkan pada Rabu (27/5) malam melalui jumpa pers
online. Padahal, Kemdikbud menyatakan syarat pembukaan sekolah baru diumumkan pekan depan oleh Mendikbud Nadiem Makarim.
FSGI khawatir buruknya koordinasi pemerintah pusat dan daerah justru bakal mengorbankan keselamatan warga sekolah. Ini pun berkaca pada polemik penyaluran bantuan sosial di sejumlah daerah.
Kekhawatiran bukan cuma datang dari guru. Sejumlah orang tua mengaku belum rela jika mengharuskan anaknya bersekolah di tengah corona.
"Nggak rela sama sekali. Khawatir pasti dan masih belum rela. Anak kecil, anak SD disuruh pakai masker. Siapa yang tahu tanpa sepengetahuan gurunya, mereka tukar-tukaran masker?" ujar orang tua dari dua anak berusia 11 tahun dan 4 tahun yang enggan diungkap identitasnya.
Dia bersama sejumlah orang tua lain menyatakan pembukaan sekolah wajib dibarengi dengan kebijakan yang memperketat penerapan protokol kesehatan di sekolah.
Hal ini jadi penting karena jumlah siswa yang bisa mencapai 40 orang dalam satu kelas, hingga naluri bermain siswa di jenjang pendidikan awal.
Tak jarang orang tua mengaku sanksi pihak sekolah bisa mengontrol aktivitas siswa jika jumlah siswa dalam satu kelas tidak dipangkas.
"Mungkin kelas yang biasa diisi 30 dibagi dua. 15 anak Senin masuk, 15 anak Selasa masuk. Jadi mereka terbiasa. Lebih mudah mengontrol orang yang sedikit daripada banyak," ujar Henry (41), ayah dari dua anak berusia 14 tahun dan 10 tahun di Tangerang Selatan, Banten.
Kekhawatiran akan pembukaan sekolah juga diungkap Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda. Ia mengatakan pembukaan sekolah harus sinkron dengan data zona suatu wilayah terkait corona.
Kebijakan juga harus dibarengi dengan teknis protokol kesehatan yang ketat. Ini termasuk pemeriksaan kesehatan bagi guru dan siswa.
"Jika dipaksakan membuka sekolah di wilayah-wilayah [dengan kasus tinggi] tersebut maka potensi penularannya di kalangan peserta kegiatan belajar-mengajar akan sangat besar," jelasnya.
Risiko penularan corona pada anak sendiri sesungguhnya cukup tinggi, terlebih jika tidak ada pengawasan dari orang tua. Hal ini diungkap oleh Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan.
Ia juga menyatakan tidak ada jaminan pasti bahwa penularan virus corona hanya rentan menyerang orang usia lanjut. Ini karena tidak ada perbedaan signifikan antara imunitas anak dengan orang dewasa.
"Sama saja ya kalau bicara imunitas, tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19," tuturnya.
Menurut data persebaran dari situs covid19.go.id, sebanyak 7,7 persen kasus corona di Indonesia berusia 0 sampai 17 tahun. Rinciannya sebanyak 2,2 persen kasus berusia 0 sampai 5 tahun. Dan 5,5 persen kasus berusia 6 sampai 17 tahun.
Pemerintah pun beberapa kali menyatakan bahwa usia muda merupakan salah satu pembawa paling efektif dalam menularkan virus corona.
Kasus corona di Indonesia per hari ini sudah mencapai 23.851 kasus. Dimana 1.473 kasus di antaranya meninggal dunia dan 6.057 kasus sembuh.
Istilah New Normal atau pola kehidupan normal yang baru mulai dibahas pemerintah pusat dengan alasan penyaluran vaksin masih hitungan tahun.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyatakan ada 110 kabupaten/kota yang tercatat tidak terjangkit corona. Sebanyak 87 kabupaten/kota ditawarkan membuka kembali aktivitas sosial di tengah pandemi corona.
(fey/bac)
[Gambas:Video CNN]