Jakarta, CNN Indonesia -- Cairan mengandung 96 persen alkohol di dalam botol bekas parfum tak pernah jauh-jauh dari jangkauan Gideon Michael Evangelo (44) atau yang akrab disapa Evan.
Selama pandemi virus corona (Covid-19), Evan tetap menjalankan pekerjaannya sebagai sopir taksi online. Tak banyak yang berbeda dari kegiatan kerjanya selama pandemi
Covid-19.
Tak ada istilah bekerja dari rumah atau rapat melalui konferensi video baginya. Evan tetap mengantar penumpang dari satu tempat ke tempat lain, bahkan selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal yang terlihat berbeda dari Evan adalah melengkapi diri dan kendaraannya dengan 'jurus andalan' mencegah bahaya virus di tengah pandemi Covid-19.
Salah satunya botol parfum berisi cairan alkohol. Setiap pengguna jasa baru masuk mobil, ia langsung minta izin untuk menyemprotkan cairan tersebut ke tangan penumpang.
"Ini bukan hand sanitizer. Ini alkohol 96 persen. Senjata saya ini. Karena kalau hand sanitizer, saya takut nggak bisa matiin virus," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Senin (8/6).
Hal lain, yang menurut Evan berbeda adalah dirinya tak lagi menunggu penumpang di jalanan. Dia mengatakan kalau tak langsung dapat penumpang baru, ia memilih pulang dulu ke rumah sehabis mengantar. Tak peduli jauhnya jarak tujuan penumpang.
Sampai dirumah ia langsung mandi dan bersih-bersih. Setelah itu baru berangkat lagi menjemput penumpang baru. Pola itu terus dilakukan sampai malam menutup hari.
 Sedikit kendaraan yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat saat hari pertama PSBB DKI Jakarta, 10 April 2020. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
Evan mengatakan dalam sehari dia bisa berkali-kali mandi.
Itu, kata dia, wajib dilakukan demi menjaga orang-orang di rumahnya. Pasalnya, Evan tinggal dengan orang tua dan anak-anak kecil yang ia anggap rentan terkena virus. Keluarganya pun dilarang memakai mobil yang dipakai membawa penumpang.
"Tiap malam saya semprot semua desinfektan [ke dalam mobil]. Dari handle pintu, AC semua yang bisa kepegang penumpang,"ungkap Evan.
Ia mengakui rutinitas ini membuat pengeluarannya boros. Pihak perusahaan pun sebenarnya menyediakan cairan desinfektan secara gratis.
Namun ia memilih membeli desinfektan sendiri. Ini untuk meminimalisasi potensi berinteraksi dengan orang lain ketika harus ke kantor aplikasi angkutan online untuk mengambil desinfektan.
Jangankan pergi ke kantor, lanjutnya, pergi ke rumah ibadah saja ia pun mengaku masih was-was. Oleh karena itu, ketika pemerintah menutup rumah ibadah untuk kegiatan bersama, ia mengaku tak pernah nekat beribadah di sana.
Tapi, mengaspal mencari penumpang tetap dilakukannya karena dia butuh nafkah untuk menghidupi keluarganya meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Evan bercerita, saat awal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di Jakarta pada April lalu, dirinya tak mendapatkan satu pun penumpang. Kondisi sulit itu pun membuatnya harus memutar otak, agar tetap mendapatkan uang untuk kebutuhan keluarga.
"Aku bahkan sampai harus gadai laptop. Karena nggak ada penghasilan. Pas ada duit langsung aku bayar. Karena nggak ada penumpang sama sekali, ya mau gimana," kenangnya.
 Suasana kemacetan di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, seiring dimulainya masa PSBB transisi, 5 Juni 2020. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma) |
Selama pandemi, tiap hari Evan setidaknya mengangkut 4 sampai 8 penumpang. Angka ini jauh dari sebelum pandemi yang bisa mencapai 15 sampai 25 penumpang per hari. Ia mengatakan jumlah penumpang yang tak sampai sepuluh orang itu pun baru naik ketika pemerintah melarang ojek online mengangkut penumpang selama PSBB.
Kini, Pemprov DKI telah memberlakukan PSBB Transisi, di mana salah satunya membuka kembali perkantoran hingga tempat usah. Selain itu, ojol pun diperbolehkan kembali mengangkut penumpang.
Atas dua hal tersebut, Evan berharap penumpang yang menggunakan jasanya pun bertambah lagi, serta lebih banyak.
"Iya sih, mudah-mudahan jadi banyak [penumpang]," kata dia memungkasi perbincangan.
(fey/kid)
[Gambas:Video CNN]