Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta menerapkan aturan pembatasan lalu lintas berdasarkan pelat nomor
ganjil genap motor pada masa pembatasan sosial berskala besar (
PSBB) dianggap tidak selaras dengan upaya mengurangi tingkat penyebaran virus corona di ibu kota.
Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan melalui kebijakan ganjil genap untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi, pemprov DKI mendorong masyarakat berpindah menggunakan angkutan umum massal. Di sisi lain, kebijakan PSBB transisi sendiri mengatur dan mengurangi 50 persen layanan angkutan umum massal dari biasanya.
"Ada ketidaksesuaian antara kebijakan ganjil genap dalam kebijakan PSBB transisi di Jakarta," kata Tigor saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (11/6).
Beleid mengenai ganjil genap tercantum dalam Pasal 17 Ayat (2) huruf a Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Transisi. Pasal itu menjelaskan sistem ganjil genap tidak hanya berlaku terhadap kendaraan pribadi berupa mobil, tetapi juga sepeda motor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seharusnya, menurut Tigor, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta jajarannya turut memperhitungkan atau mengantisipasi penumpukan penumpang di transportasi umum sebelum membuat aturan tersebut. Bila tidak diantisipasi aturan tersebut justru dapat menjadi 'bom waktu' bagi penyebaran covid-19.
Ia kemudian mengingatkan sebelum aturan ganjil genap diterapkan saja, penumpukan penumpang sudah terjadi di beberapa halte dan stasiun kereta.
"Padahal tujuan atau target PSBB transisi adalah untuk mencapai masyarakat sehat dan produktif. Jika terjadi penumpukan atau kerumunan di sarana terminal atau stasiun angkutan umum massal maka akan terjadi penyebaran Covid-19," ujar Tigor.
Tidak hanya itu, menurut Tigor Pemprov DKI juga harus menjamin dan meyakinkan bahwa sarana transportasi umum di Jakarta sehat dan aman dari paparan virus corona.
"Sarana angkutan umum massal yang sehat dan aman dari paparan Covid-19 akan mendorong masyarakat menggunakannya," katanya.
 Pembatasan lalu lintas berdasarkan pelat nomor polisi ganjil genap diterapkan di DKI Jakarta sejak 2016 silam menggantikan sistem sebelumnya 3 in 1. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Senada dengan Tigor, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Ki Darmaningtyas mengatakan Pemprov DKI harus memperhitungkan kesiapan dan keamanan transportasi umum sebelum menerapkan aturan ganjil genap di masa PSBB transisi.
Menurut dia, bila pergerakan masyarakat sudah meningkat, otomatis perlu diimbangi dengan operasional angkutan umum secara penuh.
"Artinya, seluruh armada TransJakarta, baik itu bus besar, bus sedang dan mikrotrans yang beroperasi di non koridor itu perlu segera dioperasikan agar dapat melayani warga untuk beraktivitas," ujar Darmaningtyas.
Selain itu, Darmaningtyas juga menilai aturan ganjil genap yang ditujukan kepada sepeda motor tidak akan efektif. Petugas di lapangan akan lebih sulit memantau pergerakan sepeda motor dibandingkan mobil.
"Sepeda motor susah mengontrolnya kalau ganjil genap, mending pembatasan wilayah operasional untuk motor. Lebih mudah mengawasinya," sarannya.
 Sejak 2016 sistem ganjil genap menyasar mobil di DKI Jakarta, yang lalu ruas jalan pemberlakuannya diperluas pada medio 2019. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengungkap ada syarat sebelum Pemprov memberlakukan penerapan aturan ganjil genap kendaraan bermotor di masa PSBB transisi.
"Dan tentu ini penerapannya sangat tergantung daripada perkantoran dunia usaha yang menjalankan pengaturan dalam Pergub yang 50 persennya bekerja (di kantor), 50 persen
work from home," kata Syafrin di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (10/6).
Untuk diketahui, Aturan pembagian sif kerja selama PSBB transisi diatur dalam Pergub 51/2020 Pasal 13 ayat (2) huruf b yang menyatakan perusahaan harus menerapkan batasan kapasitas jumlah orang paling banyak 50 persen yang berada dalam tempat kerja dalam waktu yang bersamaan.
Kemudian, pada Pasal 13 Ayat (2) huruf c, menyatakan bahwa perusahaan harus melakukan pengaturan hari kerja, jam kerja, sif, dan sistem kerja.
Lebih lanjut, menurut Syafrin, 50 persen yang bekerja di kantor ini juga harus dibagi minimal dalam dua sif. Dalam Pergub, diatur dua sif itu yakni pukul 07.00 dan Jam 09.00. Atau, kata dia, perusahaan dapat mengatur jam masuk kerja sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Syafrin meyakini, jika perusahaan menaati aturan itu, sesuai simulasi yang dilakukan pihaknya, maka aturan ganjil genap untuk kendaraan bermotor tidak dibutuhkan. Sebab, dari sisi kapasitas angkutan umum cukup, dan dari sisi kepadatan di jalan juga landai.
"Tapi kalau tidak terjadi kondisi ini maka kita tadi kita harus mengisi simulasikan untuk penerapan ganjil-genap," jelas dia.
 Petugas membersihkan interior bus TransJakarta tipe Royaltrans menggunakan cairan desinfektan sebagai antisipasi penyebaran virus corona (Covid-19). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) |
Terkait kapasitas penumpang transportasi umum yang dibatasi dalam Pergub DKI, Menhub Budi Karya Sumadi telah menerbitkan Permenhub yang didalamnya menghapus batasan kapasitas penumang di masa pandemi Covid-19, baik untuk transporasi umum maupun pribadi.
Namun, sejauh ini Pemprov DKi belum terlihat mencabut atau merevisi pergub yang mengatur batasan kapasitas penumpang maksimal 50 persen itu. Pergub yang juga mengatur ganjil genap motor di DKI Jakarta itu.
(dmi/kid)
[Gambas:Video CNN]