Presiden RI Joko Widodo menyebut dalam waktu dekat bakal membubarkan 18 lembaga negara. Alasannya efisiensi anggaran. Lingkaran istana memberi sinyal, salah satu lembaga yang bakal dibubarkan adalah Badan Restorasi Gambut (BRG).
Sinyal tersebut disampaikan Kepala Staf Kepresiden (KSP) Jenderal (Purn) TNI Moeldoko. Masa berlaku BRG berakhir berakhir pada 31 Desember 2020 jika tidak diperpanjang kembali oleh presiden.
BRG merupakan lembaga non-struktural yang dalam pembentukannya memiliki fungsi melaksanakan kegiatan restorasi gambut. Dibentuk pada 6 Januari 2016 melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut. BRG dipimpin oleh Nazir Foead sejak dibentuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lahan gambut adalah tanah yang terbentuk dari tumpukan sisa tumbuhan yang setengah membusuk. Jika gambut terpelihara dengan baik, fungsinya juga bisa untuk meminimalkan potensi karhutla.
BRG diberi tugas merestorasi gambut, target cakupannya berawal dari Provinsi Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua. Lokasi-lokasi tersebut merupakan kawasan yang rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan.
Restorasi gambut dilakukan dengan tujuan mengembalikan fungsi ekologi lahan gambut yang sudah rusak. Hal ini bisa dilakukan dengan pembasahan gambut, penanaman ulang, atau merevitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.
Presiden Jokowi memberi target kepada BRG untuk merestorasi 2 juta hektare gambut pada periode tahun 2016 sampai 2020. Luas tersebut ditargetkan bisa rampung secara bertahap, yakni 30 persen tahun 2016, 20 persen tahun 2017, 20 persen tahun 2018, 20 persen tahun 2019, dan 10 persen tahun 2020.
Namun target ini diubah melalui Keputusan Kepala BRG No. SK.16/BRG/KPTS/2018 menjadi 2,67 juta hektare dalam kurun waktu sampai 2020.
BRG meminta dana sebesar Rp10,593 triliun untuk program restorasi dari 2016 sampai 2020. Ini belum termasuk kebutuhan belanja aparatur sebesar Rp298 miliar.
Belakangan, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead mengaku belum menerima kabar secara langsung dari Presiden Jokowi soal BRG terancam dibubarkan. Meskipun demikian, ia mengaku pasrah andai lembaga yang dipimpinnya itu memang akan dihapus Presiden.
"Ini kan usulan dari Menpan-RB. Jadi baiknya kita tunggu saja keputusan, tentu apapun untuk kebaikan bangsa harus kita hadapi, apa yang terbaik," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (14/7).
Foead bahkan menyangkal pernyataan Moeldoko soal tumpang tindih tugas dengan beberapa lembaga lainnya. Dia menegaskan, misalnya, BRG sama sekali tak beririsan dengan BNPB. BRG fokus ke pencegahan, kata dia, sementara BNPB ke penanggulangan.
Justru, sambungnya, patut diakui bahwa tupoksi BRG memang beririsan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kendati begitu, dia menjelaskan persoalan-persoalan irisan itu sudah dibahas sejak awal sebelum pembentukan lembaganya.
"Kalau overlap-nya malah ada dengan KLHK. Tapi kan sudah dibagi. Kalau tujuh provinsi kami, sisanya itu kementerian LHK. Memang ada pembagian tugas begitu," katanya.
(fey/ain)