Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan perpanjangan masa penahanan selama 40 hari kepada Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono, tersangka kasus dugaan suap kerja sama pengangkutan atau sewa kapal dalam distribusi pupuk antara HTK dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog).
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan tindakan tersebut ditempuh lantaran penyidik memerlukan waktu untuk menyelesaikan berkas perkara.
"Tim Penyidik KPK melakukan perpanjangan penahanan Tersangka TAG [Taufik Agustono] selama 40 hari terhitung mulai tanggal 16 Juli 2020 sampai dengan 24 Agustus 2020 bertempat di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK," kata Ali kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Kamis (16/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penetapan Taufik sebagai tersangka merupakan pengembangan perkara dugaan suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran yang melibatkan Anggota DPR RI periode 2014-2019, Bowo Sidik Pangarso.
Ketika itu lembaga antirasuah KPK menetapkan tiga tersangka yakni Bowo; Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti; dan Indung dari unsur swasta sebagai perantara suap.
Bowo sendiri sudah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan.
Sedangkan Asty divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 4 bulan kurungan.
Indung Andriani (swasta), tersangka lain dalam perkara yang sama masih dalam upaya hukum di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
Awal Mula Perkara
PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama tahun 2013-2018. Pada tahun 2015, kontrak tersebut dihentikan lantaran membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar. PT HTK tidak memiliki kapal dengan spesifikasi itu.
Dalam jumpa pers penetapan tersangka lalu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan ada upaya meloloskan agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk.
Pihak PT HTK pun menghubungi Bowo Sidik selaku anggota dewan. Sebagai tindak lanjut, Bowo menemui Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti. Pertemuan ini berbuah hasil yaitu mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal. Asty diketahui melaporkan hal tersebut kepada Taufik.
Taufik kemudian diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa-menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
Dalam proses tersebut, ujar Alex, Bowo meminta sejumlah fee yang kemudian ditindaklanjuti oleh Taufik dengan membawa pembahasan fee ke internal manajemen.
Alex menuturkan Bowo meminta PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU kerja sama pengangkutan kapal. Permintaan ini lantas disanggupi oleh Taufik dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK.
"Namun dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya," ujarnya.
Atas perbuatannya, Taufik diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ryn/osc)