Novel Baswedan mengaku pasrah terhadap kelanjutan upaya hukum kasus penyiraman air keras yang menimpanya. Ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lagi usai majelis hakim persidangan memutus vonis terhadap pelaku.
"Jadi, terkait dengan apa yang bisa saya lakukan, sebagai warga negara saya tidak bisa ngapa-ngapain. Saya tidak bisa upaya apa pun karena hak saya diwakili oleh JPU [Jaksa Penuntut Umum] yang celakanya JPU justru berpihak kepada terdakwa," kata Novel kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/7).
"Jadi, makin sial lah saya sebagai korban warga negara Indonesia ini," ujarnya lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis dua pelaku penyiraman air keras terhadap Novel, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis masing-masing selama 2 dan 1,5 tahun penjara.
Rahmat selaku penyiram air keras terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk Ronny Bugis, hakim menilai yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan terencana.
Peradilan ini sendiri sejak awal diwarnai sejumlah kontroversi. Novel dan tim hukumnya menyebut ada sejumlah kejanggalan selama peradilan.
Kejanggalan itu menurut Novel, antara lain tidak dihadirkannya tiga saksi penting ke muka persidangan, hingga absennya gelas atau botol yang menjadi medium penyerangan.
"Dan ketika fakta-fakta persidangannya begitu jauh dari itu saya kira itu terlalu nampak. Janganlah oleh saya yang punya keahlian investigasi dan pembuktian, oleh orang awam saja kelihatan. Jadi, ini menyedihkan," ungkap Novel.
Novel bahkan tidak menghadiri sidang putusan malam tadi, dengan alasan bahwa sidang tersebut sekadar sandiwara.
(ryn/wis)