Massa buruh di DI Yogyakarta (DIY) melakukan aksi menolak DPR membahas omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) hari ini.
Mereka pun mendesak Gubernur DIY yang juga Sultan Yogyakarta Hamengkubowono X mengirim surat ke DPR.
Massa dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), yang merupakan gabungan dari berbagai serikat buruh di yogya, mengawali aksinya dengan pawai (long march) dari kawasan Tugu menuju Gedung DPRD DIY hingga Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (16/7) siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di depan DPRD DIY, perwakilan rakyat itu tak ada yang menemui saat buruh berorasi. Salah satu orator aksi dari Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menganggap DPRD DIY tak berpihak pada buruh, karena anggota dewan tak ada yang menemui mereka saat berorasi di depan gedung wakil rakyat Yogya.
"Ini menjadi bukti bahwa para anggota dewan tak berpihak pada aspirasi buruh di DIY yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja," serunya.
Usai berorasi, massa aksi bergerak menuju Kompleks Kepatihan Yogyakarta. Dalam orasinya, anggota LKS Tripartit DIY, Kirnadi menyatakan, kaum buruh seperti menghadapi masalah baru, di tengah masyarakat yang masih bergelut melawan pandemi virus corona (Covid-19).
"Pemerintah pusat mencoba membuat pandemi baru di Indonesia, yakni Omnibus Law RUU Cipta Kerja," tegas Kirnadi.
Ia mengatakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini sangat mengancam bagi para buruh, termasuk di DIY.
Selain perumusannya tak melibatkan buruh, RUU tersebut bisa memiskinkan mereka karena kebijakan yang memudahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), penghapusan batas waktu sistem kontrak, dan memicu menjamurnya pekerja alih daya (outsourcing).
Ancaman tersebut, kata dia, akan berdampak jangka panjang bagi kaum buruh secara keseluruhan ketika RUU Ciptaker disahkan jadi undang-undang oleh DPR.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar Gubernur DIY sekaligus Sultan Yogyakarta Hamengkubowono X untuk menulis surat kepada DPR RI yang pada intinya menyampaikan aspirasi buruh yang menolak masuknya klaster ketenagakerjaan dalam omnibus Law, supaya posisi Pemda DIY jelas.
Menanggapi desakan tersebut, Perwakilan dari Pelaksana Tugas (Plt) Disnakertrans DIY, Sumadi mengaku sebelumnya Pemda DIY telah menyampaikan aspirasi para buruh ke pemerintah pusat, serta melalui Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas selaku anggota DPD dari DIY.
"Kami sudah menyampaikan beberapa sisi kelemahan dari omnibus law RUU Cipta Kerja ini," tegasnya.
Lebih lanjut Sumadi juga menjanjikan akan menyampaikan aspirasi tersebut langsung ke anggota DPR RI yang rencananya bertamu ke Gubernur yang juga Sultan Yogya itu di Kompleks Kepatihan, dalam waktu dekat.
Selain di Yogyakarta, aksi menolak omnibus law RUU Ciptaker juga berlangsung di sejumlah kota siang ini. Di Surabaya (Jawa Timur), ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) melakukan aksi dari tiga titik--yang juga diawali long march--yakni Bundaran Waru, Kebun Binatang Surabaya, dan Tugu Pahlawan.
"Kami memilih titik kumpul di Bundaran Waru, KBS, dan Tugu Pahlawan. Kami akan long march Waru-KBS-Tugu Pahlawan," ujar Juru bicara Getol, Habibus Shalihin.
Aksi tolak omnibus law RUU Ciptaker pun berlangsung di Jakarta, yakni di depan Kompleks Parlemen DPR/MPR. Aksi yang digelar elemen buruh dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi tersebut, dan pada saat dan di tempat yang sama terjadi aksi tolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang digelar Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI.
Polisi pun melakukan atas dua massa buruh yang sama-sama menolak pembahasan RUU tersebut.
(tri/kid)