Keluar Tim Pembahasan, KSPI Siap Demo Besar Tolak Omnibus Law

CNN Indonesia
Senin, 20 Jul 2020 16:06 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal mengklaim akan ada ratusan ribu buruh yang bakal menggelar demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja, awal Agustus nanti.
Presiden KSPI Said Iqbal mengklaim akan ada ratusan ribu buruh yang bakal menggelar demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja, awal Agustus nanti. Foto: CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan
Jakarta, CNN Indonesia --

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan bakal menggelar demonstrasi menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja awal Agustus mendatang.

KSPI mengambil langkah tersebut setelah bersama sejumlah serikat buruh memutuskan keluar dari tim teknis pembahasan Klaster Ketenagakerjaan di RUU itu.

"Rencana aksi awal Agustus, tanggalnya kita belum bisa pastikan. Bisa kita pastikan ratusan ribu buruh akan ikut," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan persnya di Kantor DPP KSPI, Senin (20/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan, aksi akan dilakukan di dua titik, yakni Gedung DPR/MPR, dan Gedung Kemenko Perekonomian. Menurutnya, dari sisi pemerintah, Kemenko Perekonomian merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap RUU ini.

"Bisa jadi (waktu) bersamaan, kita bagi massa, atau ke DPR dulu setelah itu ke Kemenko," ucap dia.

Sebelum aksi besar pada awal Agustus, iaSaid mengatakan mulai hari ini hingga akhir Juli beberapa elemen buruh akan menggelar aksi di daerah-daerah.

Ia menyebut, selain menolak Omnibus Law Cipta Kerja, aksi itu juga membawa tuntutan stop Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal akibat dampak pandemi Covid-19.

"Jadi harus ada strategi bagaimana supaya tidak terjadi PHK massal dari pemerintah dengan mengajak bicara pengusaha dan serikat buruh," kata dia.

Sejumlah serikat buruh dan pekerja sebelumnya menyatakan keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan yang dibentuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

"KSPSI AGN, KSPI, dan FSP Kahutindo memutuskan untuk keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis RUU (Cipta Kerja)," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal seperti dikutip dari rilis resmi yang diterima CNNIndonesia.com pada Selasa (14/7).

Ia menyebut ada 4 alasan pengunduran diri tersebut. Pertama, tim disebut tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan kesepakatan apapun dan hanya mendengarkan masukan dari pemerintah dan pengusaha.

Kedua, sikap kalangan pengusaha dianggap arogan dengan mengembalikan konsep RUU usulan dari serikat pekerja dan tidak mau menyerahkan usulan konsep Apindo/KADIN secara tertulis.

Ketiga, kalangan pekerja dan buruh merasa diburu-buru untuk menyelesaikan pembahasan.

Keempat, KSPI menilai tidak ada kesepakatan dan keputusan dalam bentuk rekomendasi dalam menyelesaikan substansi masalah Omnibus Law.

Survei SMRC

KSPI dalam kesempatan yang sama juga mempertanyakan sumber dana lembaga survei SMRC yang baru saja merilis hasil persepsi publik terhadap Omnibus Law Cipta Kerja.

Dalam survei SMRC tersebut didapatkan hasil 52 persen responden mendukung RUU itu disahkan oleh Pemerintah dan DPR menjadi Undang-Undang.

"Kita tidak melarang ada lembaga survei sekelas SMRC mengeluarkan hasil survei. Kita mau tahu dana dari mana? Enggak mungkin dong tidak ada yang biayai, enggak mungkin biaya sendiri," kata Said.

Said juga mempertanyakan responden yang digunakan SMRC untuk survei tersebut. Menurutnya responden yang digunakan pada survei itu tidak mewakili suara buruh yang paling getol menyuarakan penolakan.

"Kami menyayangkan dan menolak kenapa SMRC lebih memihak kepentingan pengusaha dan pemerintah," ucap dia.

Survei SMRC juga telah dikritik Dosen Ilmu Politik UI Dirga Ardiansa. Menurut dia survei itu tidak merepresentasikan pendapat populasi secara nasional.

Dirga mengatakan cara penyajian survei bias dan metodologi yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah statistika dasar.

"Survei ini sebenarnya bukan survei nasional, sebenarnya harus dikoreksi oleh SMRC karena populasinya tidak menempatkan secara probabilitas semua orang atau penduduk," kata Dirga dalam webinar Fraksi Rakyat Indonesia yang diakses melalui kanal YouTube, Rabu (15/7).

Hasil survei nasional SMRC yang dirilis pada Selasa (14/7) lalu menyatakan 52 persen responden mendukung RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Responden menilai Omnibus Law bisa meningkatkan jumlah lapangan kerja.

Sementara itu, sebanyak 37 persen responden tidak mendukung RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja disahkan menjadi UU. Kemudian ada 11 persen tidak menjawab.

Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, menuturkan mayoritas responden yang setuju RUU Omnibus Law disahkan menjadi UU karena ingin lapangan kerja lebih banyak. Mereka yakin Omnibus Law bisa menjadi jawabannya jika disahkan menjadi UU.

Mayoritas responden juga menilai Omnibus Law bisa memberikan kemudahan berusaha, sehingga setuju jika dijadikan UU.

Survei dilakukan dengan melibatkan 2.215 responden dari berbagai wilayah Indonesia. Mereka dipilih secara acak dari koleksi sampel tatap muka SMRC sebelumnya.

Survei dilakukan dengan wawancara via telepon. Margin of error survei diperkirakan 2,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

(yoa/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER