Empat bulan menganggur akibat tempat kerja ditutup selama pandemi virus corona (Covid-19) di Jakarta, para pekerja di tempat hiburan malam kehilangan pemasukan. Padahal, sebagian dari mereka mengaku sebagai tulang punggung keluarga.
Hal itu terungkap dalam aksi unjuk rasa sekitar 200 orang pekerja hiburan malam di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (21/7).
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, para demonstran mayoritas berpakaian putih, dengan banyak di antaranya merupakan perempuan. Sebagian memakai masker atau face shield dengan baik, beberapa lainnya masih terlihat tak mengenakannya dengan benar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak ketinggalan, spanduk pun tuntutan pembukaan tempat hiburan malam pun diangkat tinggi-tinggi.
Isinya, antara lain, "Kami bekerja dengan protokol kesehatan", "Buka kembali kembali tempat kami bekerja", "Pak Anies, kami minta keadilan. Buka usaha tempat kami bekerja".
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta menyetop operasional semua tempat hiburan malam selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Salah satu peserta aksi, Ica, yang berprofesi sebagai pemandu karaoke di salah satu tempat hiburan malam di Jakarta, mengeluhkan kebijakan itu karena menyetop semua pemasukan untuk keluarganya.
![]() |
Ia dan suaminya pun sudah menganggur sejak pandemi. Padahal, ia harus membiayai anaknya.
"Suamiku juga enggak kerja, jadi kami enggak punya uang. Kasihan anak terlantar. Kami jadi tulang punggung. Kami bingung," kata Ica saat ditemui di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (21/7).
Senada, Anggun, perempuan yang berprofesi sebagai make-up artis di tempat hiburan malam, sudah lama tak mendapat pemasukan sejak kebijakan itu dilaksanakan.
Perempuan beranak dua itu pun mulai kelimpungan setelah empat bulan tak bekerja.
"Kita punya anak, punya keluarga. Selama lima bulan kita enggak ada pemasukan. Kita selama ini ya urus anak aja," kata Anggun.
Ia mengaku selama pandemi ini tidak memiliki usaha lain. Untuk bertahan hidup selama pandemi, Anggun menggunakan uang tabungannya selama ini. Namun, jumlahnya makin menipis.
"Kita butuh buat bayar cicilan. Kita enggak ada uang tambahan. Kalau tempat usaha ditutup kita mau makan apa. Jadi enggak ada pemasukan," jelas Anggun.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Aphija) Hana Suryani mengatakan 19 ribu pegawai hiburan malam di Jakarta terkena imbas penutupan hiburan malam selama hampir empat bulan.
![]() |
"Sekarang kami bingung, empat bulan itu tidak ada kepastian, 19 ribu karyawan dirumahkan dan sudah tidak bekerja," ujar Hana.
Kendati demikian, Hana tidak bisa memastikan apakah 19 ribu karyawan tersebut ada yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau tidak. Yang jelas, menurut dia, 19 ribu pegawai hiburan malam di Jakarta terkena dampak akibat tempat hiburan malam beroperasi.
"Ibaratnya udah di-PHK lah," kata dia.
Hana juga mengatakan bahwa akibat pandemi ini sejumlah tempat hiburan malam gulung tikar. Namun, ia tak menyebut angka pasti berapa jumlah tempat hiburan malam yang bangkrut akibat pandemi.
"Sudah banyak. Lebih [dari puluhan usaha hiburan malam bangkrut]. Curhat-curhat mah udah banyak. Bayar sewa jalan terus, pemasukan enggak ada," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang PSBB Transisi hingga 30 Juli. Konsekuensinya, rencana pembukaan tempat hiburan di dalam ruang dibatalkan. Hal ini demi mencegah penyebaran kasus Covid-19 lebih luas.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut akan ada peningkatan penegakan disiplin protokol kesehatan pada PSBB Transisi. Menurutnya, masyarakat masih cenderung tak disiplin dalam menjalankan sejumlah protokol kesehatan.
(dmi/arh)