Penggunaan artis sebagai influencer dalam mengomunikasikan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dinilai dapat menumpulkan kritik dan hanya mengakomodasi sisi pemerintah.
Sebelumnya, RUU Ciptaker sempat ramai diperbincangkan di dunia maya karena unggahan salah satu akun yang merinci artis-artis yang menjadi influencer Omnibus Law.
Dalam unggahannya, mereka meminta masyarakat mendukung RUU Ciptaker sebagai solusi pemerintah menangani masalah ketenagakerjaan. Unggahan tersebut hampir selalu ditutup dengan tagar seragam, misalnya #IndonesiaButuhKerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini memunculkan dugaan bahwa pemerintah mulai menggandeng artis sebagai influencer mempromosikan RUU Ciptaker. Namun, Istana maupun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menampik dugaan itu.
Tenaga Ahli Kedeputian Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan langkah itu merupakan spontanitas dari para artis, bukan kerjasama dengan pemerintah.
"Itu spontanitas. Enggak ada arahan dari pemerintah," ujar Donny saat dihubungi, Kamis (13/8).
Senada, Anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM Rizal Calvary membantah pihaknya menggandeng artis untuk bekerja sama.
"Kalau pun mereka [artis] mau jadi influencer secara sukarela, malah bagus," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai janggal jika artis yang juga berprofesi sebagai influencer mempromosikan RUU Ciptaker karena inisiatif dan secara cuma-cuma.
![]() |
"Influencer itu adalah lapangan pekerjaan. Jadi kalau gratis buat saya agak aneh. Jadi patut diduga ada yang membiayai," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (14/8).
Namun, katanya, perkara siapa dalang yang menginstruksi dan membayar jasa influencer ini bisa jadi perdebatan. Ia menduga pemerintah tidak secara langsung membayar jasa influencer, melainkan bisa melalui agensi atau kelompok masyarakat.
Jika itu benar, Agus berpendapat fenomena ini menunjukkan pemerintah di era Presiden Joko Widodo menempatkan influencer sebagai salah satu garda terdepan dalam menyampaikan informasi dan pendidikan ke publik.
Tak ada yang salah dari hal ini, menurutnya. Namun, ada kemungkinan informasi tidak tersampaikan secara menyeluruh. Ini berkaca dari oknum influencer yang menyampaikan informasi berdasarkan arahan penyewa jasa.
Sehingga ketika pemerintah memakai jasa influencer untuk mempromosikan RUU, substansi yang sampai ke masyarakat hanya dari sisi pemerintah dan melupakan kritik masyarakat.
Senada, pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan penggunaan jasa influencer bisa menghilangkan daya berpikir kritis masyarakat.
"Mereka kan opinion leader bagi para followers-nya. Jadi kecenderungan [narasinya] diterima, ya iya. Apalagi kalau followers-nya yang sudah fanatik. Jadi tidak kritis lagi. Apa kata influencer diikuti," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com.
Untuk itu, menurutnya seorang influencer memiliki tanggung jawab memberikan ruang berpikir kritis bagi pengikutnya. Hal ini pun patut dipertimbangkan pihak yang menyewa jasa influencer.
![]() |
Ketika ingin mempromosikan RUU Ciptaker kepada publik, katanya, penyewa jasa sebaiknya memilih influencer dengan daya pikir kritis. Ini untuk memastikan narasi yang disampaikan berimbang kepada semua pihak.
Yang terpenting, kata Emrus, sosialisasi RUU Ciptaker kepada masyarakat dilakukan secara transparan oleh pemerintah dan membuka pembahasannya di DPR.
"Harus dibuka semua. Kan ini tidak menyangkut rahasia negara, tapi kan menyangkut kesejahteraan. Jadi tidak ada siang tertutup supaya masyarakat menilai," lanjutnya.
Hindari Demo
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menduga munculnya promosi RUU Ciptaker oleh influencer merupakan upaya pemerintah meminimalisir kisruh dan perdebatan.
Ia menilai pemerintah ingin menghindari insiden yang terjadi saat pembahasan RUU Komisi Perlindungan Korupsi dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada akhir 2019.
Pada pembahasan kedua undang-undang tersebut, rangkaian demo besar menentang perundangan yang digawangi mahasiswa terjadi di berbagai daerah.
"Saya rasa ini memang upaya pemerintah untuk meredam itu. Saya apresiasi sih pemerintah berupaya gimana masyarakat memahami tentang ini. Karena ini kan baru, omnibus law," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Namun begitu, ia setuju pemakaian influencer dalam mempromosikan RUU harus disertai pemahaman yang lengkap. Influencer yang digandeng harus yang memiliki pemahaman dengan ragam latar belakang yang dapat mencerdaskan masyarakat.
(fey/arh)