Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya tak bisa melarang masyarakat melakukan aksi demonstrasi saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi mencegah virus corona (Covid-19) masih berlaku di Ibu Kota.
Kendati demikian, Riza meminta warga lebih bijak dalam menyampaikan pendapat dan kritik saat turun ke jalan.
"Itu kan bagian dari demokrasi. Sejujurnya kita enggak bisa melarang," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Riza mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan aparat kepolisian agar jumlah massa yang melakukan unjuk rasa dibatasi.
"Kalau bisa lakukan audiensi terbatas, disampaikan masukan, kritik, apapun silakan. Kami sangat terbuka, transparan, siapapun boleh memberikan masukan, termasuk kritik yang konstruktif. Tapi kami minta disampaikan secara lebih bijak di masa pandemi Covid," ujarnya.
Riza khawatir aksi demonstrasi yang menimbulkan kerumunan justru memicu penyebaran virus corona di Jakarta semakin luas.
"Jangan sampai demo malah berakibat tidak hanya terpapar virus, tapi mengakibatkan kematian. Ini kan kita tidak inginkan. Silakan semua masukan disampaikan dengan lebih baik dan bijak," katanya.
Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, semenjak Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB transisi pada 5 Juni 2020, sejumlah aksi unjuk rasa terjadi di wilayah ibu kota. Di antaranya, aksi penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di depan Gedung DPR/MPR pada Juni lalu.
Kemudian aksi kader PDI Perjuangan di sejumlah lokasi yang meminta kepolisian mengusut insiden pembakaran bendera PDI Perjuangan. Serta aksi demonstrasi sejumlah massa yang menolak reklamasi kawasan Ancol.
Tidak hanya itu, Balai Kota juga sempat beberapa kali dikepung massa yang melakukan aksi unjuk rasa. Di antaranya dari para musisi kafe maupun pekerja tempat hiburan yang menuntut agar mereka dapat diizinkan kembali untuk bekerja.
Terbaru, Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) yang terdiri dari organisasi buruh, tani, mahasiswa dan perempuan melakukan menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Mereka melakukan aksi Kementerian Ketenagakerjaan dan Gedung MPR/DPR, Jakarta.
(dmi/fra)