Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar menjelaskan video di media sosial yang memuat penemuan KTP warga Indonesia dalam penyerangan kelompok Houthi ke markas ISIS di daerah Bayda, Yaman.
Dalam video yang viral tersebut terlihat sejumlah uang rupiah dengan beberapa nominal serta KTP milik warga bernama Syamsul Hadi Anwar dari Mojokerto, Jawa Timur.
Lihat juga:Kapolri Idham Azis Lantik 8 Kapolda Baru |
Menurut Boy, penemuan KTP itu menunjukkan masih ada Foreign Terrorist Fighters (FTF) atau teroris lintas batas asal Indonesia yang melakukan relokasi atau pindah markas baru di daerah perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Video penemuan uang rupiah termasuk KTP menunjukkan bahwa FTF asal Indonesia juga melakukan relokasi daerah perang," kata Boy saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (31/8).
Namun, Boy tak menjelaskan lebih lanjut nasib warga yang identitasnya termuat di KTP tersebut.
Mantan Kapolda Papua itu mengatakan penyerangan kelompok Houthi ini merupakan klaim dari tentara pemerintah Yaman yang telah menyerang kelompok teroris, baik yang berbasis Al-Qaeda (AQAP) dan ISIS pada pertengahan Agustus di daerah Bayda. Jumlah AQAP disebut lebih besar dari ISIS di Yaman.
Menurut Boy, munculnya ISIS di wilayah tersebut tak lepas dari protracted civil war atau perang saudara berkepanjangan di Yaman. "Dengan kekalahan ISIS di Suriah dan Irak inilah yang menyebabkan sejumlah fighters melakukan relokasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Boy mengatakan secara umum permasalahan FTF menyangkut soal returnees atau teroris yang kembali ke daerah asalnya dan juga soal relokasi. Hal ini terlihat dari para FTF yang berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain, khususnya negara-negara yang memiliki konflik internal.
Untuk itu, ia menegaskan perlu pengawasan ketat khususnya di wilayah perbatasan antarnegara. Jenderal bintang itu mengatakan data dari Interpol menjadi penting untuk mengidentifikasi individu-individu yang terlibat sebagai FTF.
"Perpindahan FTF, baik yang disebut returnees dan relocators yang relatif mudah antarnegara perlu diperkuat kerja sama internasional melalui border control," ujarnya.
Boy mengklaim Indonesia telah memiliki strategi Prosecution, Rehabilitation, dan Reintegration (PRR) untuk menghadapi FTF returnees dan relocators. Bahkan, menurutnya, dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah mengatur ketentuan untuk menghadapi returnees asal Indonesia.
Mereka dapat dipidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 15 tahun apabila terbukti dengan sengaja menyelenggarakan, memberi, atau mengikuti pelatihan militer, paramiliter, atau pelatihan lain di dalam maupun luar negeri dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme juga mengatur soal individu atau kelompok yang berjuang di luar negeri.
"Jadi Indonesia sudah memiliki lengkap strategi PR-nya," ucap Boy.
Sebelumnya dari sejumlah pemberitaan mengungkapkan sebuah video penyerangan kelompok Houthi di persembunyian teroris, di Bayda, Yaman viral di media sosial. Dalam video tersebut, kelompok Houthi menemukan KTP milik warga Mojokerto dan beberapa lembar uang rupiah. Terdapat juga bendera ISIS di dalam rumah tersebut.
(psp/fra)