Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah merampungkan berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Tersangka yang berkasnya telah rampung dan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, pengusaha Tommy Sumardi, Djoko Tjandra, dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.
"Kemarin hari Rabu tanggal 2 September 2020 jam 13.00 WIB, telah melimpahkan atau bahasanya melakukan tahap I penyerahan berkas perkara," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, pelimpahan berkas itu diterima langsung oleh Direktur Penuntutan di Kejaksaan Agung. Selanjutnya pun, kata dia, pihak kejaksaan akan meneliti kelengkapan berkas tersebut.
Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono mengatakan pihaknya sudah menerima berkas tersebut.
Penuntut umum, lanjutnya, akan meneliti kelengkapan berkas selama tujuh hari. Apabila dirasa belum mencukupi, maka penuntut dapat mengembalikan berkas tersebut untuk dilengkapi oleh penyidik Bareskrim Polri.
"Untuk perkara dugaan gratifikasi dari Bareskrim Mabes Polri sudah tahap I atas nama tersangka JST, PU, NB, dan TS," ujar Hari.
Djoko Tjandra juga diduga memberikan sejumlah uang kepada pejabat Polri untuk menghapus red notice atas nama dirinya dari basis data Interpol.
Diketahui, Bareskrim Polri menyidik dua kasus terpisah terkait pelarian Djoko Tjandra. Pertama, kasus suap terkait penghapusan red notice. Polri kemudian menetapkan Djoko, Prasetijo, Napoleon, serta Tommy sebagai tersangka.
Kedua, kasus surat jalan palsu bagi Djoko Tjandra saat berada di Indonesia. Dalam kasus ini, Djoko Tjandra, Prasetijo Utomo, serta pengacara Djoko, Anita Kolopaking, telah ditatapkan menjadi tersangka.
Suap Eks NasDem
Selain Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung juga tengah menyidik kasus yang terkait Djoko Tjandra. Yakni, dugaan suap terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA).
Kejagung sudah menetapkan Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan politikus yang diklaim sudah dipecat dari Partai NasDem, Andi Irfan Jaya, sebagai tersangka kasus ini.
Djoko Tjandra diduga memberikan uang Rp7 miliar kepada Jaksa Pinangki melalui Andi Irfan Jaya untuk mengurus fatwa MA untuk meloloskan dirinya dari eksekusi putusan kasus hak tagih (Cessie) Bank Bali. Meskipun, pengurusan fatwa MA itu tidak rampung.
![]() |
Pinangki dijerat dengan Pasal 5 huruf b UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
Jika merujuk pada UU Tipikor, pasal 5 huruf b berkaitan dengan pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam jabatan.
Sementara, Andi sendiri dijerat dengan sangkaan pasal memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Secara lengkap, dia dipersangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo ayat (1) huruf b atau Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 15 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait pemberian suap kepada hakim itu pun, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan pihaknya masih menduga telah terjadi peristiwa pidana tersebut.
"Masih dugaan, belum tentu benar," kata Hari saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Kamis (3/9).
(mjo/arh)