Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan satu orang diduga telah meninggal dalam pusaran kasus suap Djoko Tjandra ke Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Ali menyebutkan orang tersebut adalah perantara dalam pemufakatan jahat yang dilakukan ketiga tersangka dalam kasus tersebut.
"Ini (keterlibatan penghubung) baru saya selidiki, karena ada indikasi yang bersangkutan meninggal. Baru saya pastikan benar meninggal enggak," kata Ali kepada wartawan di Gedung Bundar, Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Ali enggan mengungkap sosok pihak yang terlibat dalam persekongkolan Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA yang disebutkan dapat meloloskan terpidana itu dari eksekusi putusan MA.
Ali menyebutkan bahwa orang tersebut bukan berasal dari institusi Kejaksaan RI. Menurut Ali, orang yang diduga menjadi penghubung itu tergabung dalam kelompok yang menawarkan proposal pengurusan fatwa MA ke Djoktjan.
"Ini katanya ketua tim," ujar Ali.
![]() |
Saat ini, penyidik masih mendalami keterlibatan perantara selain tersangka Andi Irfan Jaya di kasus suap Jaksa Pinangki itu.
Dengan penetapan tersangka baru itu, penyidik bakal mendalami sejumlah keterangan selama pemeriksaan sehingga dapat menjadi jelas tindak pidana yang terjadi dalam pengurusan fatwa MA tersebut.
"Dugaannya sekitar 500 ribu USD, dugaannya diterima jaksa P, tapi apakah diterima langsung, apakah orang ketiga, penyidik menetapkan satu orang lagi. Melalui (Andi Irfan) inilah uang ini sampai," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum, Hari Setiyono kepada wartawan.
Dalam perkara ini, peranan Andi sempat diungkap oleh kuasa hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo. Dia menjelaskan sebenarnya kliennya percaya pada proposal pengurusan fatwa MA itu lantaran Andi mengaku sebagai konsultan.
"Pak Djoktjan itu memberikan uang tujuannya bukan ke Pinangki tapi ke Andi Irfan Jaya," kata Soesilo saat dihubungi, Selasa (1/9).
Menurutnya, uang sekitar Rp7 miliar itu diberikan melalui ipar Djoktjan yang bernama Heriadi. Belakangan, dia pun mengetahui bahwa uang tersebut belum sampai ke tangan Pinangki.
Andi dipersangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo ayat (1) huruf b atau Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 15 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(mjo/pmg)