Naskah Akademik dan Draf RUU Ciptaker Disebut Dibuat Simultan

CNN Indonesia
Kamis, 10 Sep 2020 04:30 WIB
Seharusnya, suatu rancangan undang-undang baru dirumuskan usai ada naskah akademik.
Ilustrasi penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (CNN Indonesia/ Sutriyati)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Advokasi untuk Demokrasi mengungkapkan bahwa naskah akademik dan draf Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dibuat secara simultan atau bersamaan. Padahal idealnya, naskah RUU dibuat setelah ada naskah akademik.

Mereka mengatakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kemenkumham sudah melakukan asesmen untuk Omnibus Law Ciptaker sejak bulan September 2019. Dengan kata lain sebelum Presiden Joko Widodo berpidato mengenai rencana pembuatan aturan baru tersebut.

Fakta di atas, menurut Tim Advokasi, mengacu kepada keterangan yang diberikan oleh Widyaiswara Utama Kemenkumham Nasrudin, saksi fakta dalam persidangan gugatan Surat Presiden (Surpres) Joko Widodo ke DPR terkait pengajuan pembahasan RUU Ciptaker di PTUN Jakarta, Selasa (8/9) kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nasrudin menyampaikan fakta yang sangat penting bahwa draf RUU Cipta Kerja tidak dibuat setelah naskah akademiknya telah rampung, melainkan dibuat secara bersamaan (simultan)," kata anggota Tim Advokasi, Trioria Pretty, saat dikonfirmasi, Rabu (9/9) malam.

Pretty mengatakan draf yang beredar di publik sebelum Surpres diterbitkan bukan merupakan draf yang sebenarnya dan tidak bersumber dari Kemenko Bidang Perekonomian. Sebab, draf RUU Ciptaker baru dibuka ke publik setelah pembahasan telah diserahkan ke DPR.

Hal tersebut, aku dia, diketahui berdasarkan keterangan saksi fakta lainnya yaitu I Ktut Hadi Priatna selaku Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenko Perekonomian.

"Pihaknya (Kemenko Perekonomian) juga mengatakan bahwa draf dan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja tidak pernah diberikan dalam pertemuan-pertemuan dengan buruh sebelum Surpres diterbitkan untuk menghindari kegaduhan publik," ucap Pretty.

Masih berdasarkan keterangan Hadi, Pretty menjelaskan bahwa Kemenko Bidang Perekonomian hanya memberikan poin-poin dalam presentasi yang dijadikan dasar sosialisasi aturan baru RUU Ciptaker.

"Pihaknya mengklaim bahwa informasi yang diberikan hanya berbentuk poin-poin dalam presentasi saja dan hal itu sudah cukup menjadi dasar pemerintah sudah melakukan penyebarluasan RUU Cipta Kerja," pungkas Pretty.

Dalam sidang ini, Presiden selaku Tergugat yang diwakili Jaksa Pengacara Negara menghadirkan tiga saksi fakta. Satu saksi fakta lainnya adalah Ahmad Hadi dari Mensesneg.

Surpres Joko Widodo ke DPR terkait pengajuan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja digugat ke PTUN Jakarta pada 30 April 2020.

Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai ada pelanggaran prosedur dan substansi dari penyusunan draf RUU Ciptaker yang dilakukan pemerintah.

Sebagai inisiator dari RUU tersebut, pemerintah tidak secara aktif melibatkan masyarakat dalam penyusunan draf RUU tersebut. Hal ini mengabaikan prinsip yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(ryn/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER