Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menetapkan kawasan Kota Tua, Jakarta menjadi Kawasan Praktik Baik Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik. Artinya kawasan ini harus mengutamakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
"Kawasan kota tua jadi contoh bentuk pembinaan pada kawasan lain yang jadi ikon DKI Jakarta. Serta masyarakat Jakarta yang sangat heterogen. Melalui kesempatan ini saya tetapkan Kota Tua Jakarta sebagai Kawasan Praktik Baik Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik," katanya melalui konferensi video, Rabu (9/9).
Keputusan ini diambil dengan mengacu pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 36 UU tersebut mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia pada nama geografi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia," bunyi ayat (3) pasal tersebut.
Nadiem mengatakan penetapan ini juga didukung Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Daerah. Bagian ke-12 dari Perpres tersebut mewajibkan Bahasa Indonesia digunakan dalam nama geografi sampai nama gedung di wilayah Indonesia.
Dalam hal ini, ia ingin praktek tersebut dilakukan di kawasan Kota Tua. Ia menilai Kota Tua menjadi lokasi yang tepat karena memiliki unsur sejarah dan rekreasi yang ikonik di DKI Jakarta.
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Muhammad Abdul Khak menjelaskan penetapan ini mewajibkan informasi tertulis di Kota Tua disampaikan dengan Bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa asing hanya bisa digunakan sebagai pendamping.
"Jadi diharapkan di situ papan informasi, bukan nama ya, tapi papan informasi harus menggunakan bahasa negara. Kalau mau gunakan bahasa asing, ya bahasa asingnya di bawahnya," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Kendati begitu, pengunjung tidak dilarang menggunakan bahasa asing secara verbal. Ia mengatakan ketetapan ini bertujuan mengutamakan bahasa negara, bukan meninggalkan bahasa asing sama sekali.
Sedangkan kawasan Kota Tua dipilih dengan sejumlah pertimbangan. Di antaranya karena mayoritas situs sudah menggunakan Bahasa Indonesia, dan merupakan kawasan strategis yang banyak dikunjungi orang.
Abdul menyatakan pihaknya menargetkan akan menetapkan ketentuan serupa di kawasan wisata lainnya, seperti Ancol dan Monas. Namun ketentuan pastinya masih menjadi diskusi di internal Kemendikbud.
"Ke depan kami juga ingin garap pihak swasta. Misalnya pusat perbelanjaan, pusat bisnis. Karena itu pihak swasta, pendekatannya pasti berbeda. Jadi awal ini kita utamakan yang dikelola pemerintah dulu," tambahnya.