Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi kasus proyek infrastruktur Musa Zainuddin. Hukuman mantan Anggota DPR dari Fraksi PKB itupun mendapat pengurangan 3 tahun, yakni dari sebelumnya 9 tahun menjadi 6 tahun bui.
"Menjatuhkan pidana kepada Terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan," demikian petikan putusan PK yang telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, Kamis (17/9).
Duduk sebagai Ketua Majelis Hakim PK Andi Samsan Nganro, dengan anggota Leopold Luhut Hutagalung dan Gazalba Saleh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim PK juga menjatuhkan pidana uang pengganti sebesar Rp7 miliar. Jika Musa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sesudah putusan inkrah, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi denda uang pengganti.
"Dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," ujar Andi.
Dalam pertimbangan menjatuhkan vonis, Andi mengatakan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat/Judex Facti telah keliru memahami dan memposisikan peran Musa.
Berdasarkan pendalaman terhadap permohonan PK Musa dan pendapat penuntut umum, terang dia, Mahkamah berpendapat Musa bukan pengusul program aspirasi optimalisasi ke dalam Rencana Kerja Kementerian PUPR.
Hakim juga menilai Musa bukan pelaku aktif, melainkan hanya menggantikan dan melanjutkan kesepakatan mengenai proyek dana aspirasi milik M. Toha sebagai Kapoksi PKB di Komisi V DPR sebesar Rp200 miliar di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
"Begitu pula penentuan fee sebesar 8 persen bukan permintaan Terpidana melainkan sudah merupakan standar yang ditentukan oleh saksi Abdul Khoir (Direktur PT Windhu Tunggal Utama)," kata Andi.Meskipun Musa terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, tutur Andi, hukuman 9 tahun penjara menimbulkan disparitas pemidanaan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada Saksi/Terdakwa Abdul Khoir selama 2,5 tahun.
Padahal, lanjut Andi, justru yang lebih berperan aktif dan signifikan terjadinya tindak pidana korupsi (suap) ini adalah Saksi/Terdakwa Abdul Khoir, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary dan tenaga ahli Komisi V DPR, Jaelani.
"Bahwa hal-hal yang dikemukakan tersebut cukup beralasan menurut hukum untuk dipertimbangkan sebagai alasan atau keadaan yang turut meringankan Terpidana, oleh karena itu pidana yang dijatuhkan kepada Terpidana perlu diperbaiki," tandasnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Musa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp7 miliar subsider 1 tahun penjara.
(ryn/arh)