Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih menyatakan tenaga kesehatan (naskes) dan fasilitas pelayanan kesehatan tak akan mencukupi bila terjadi lonjakan kasus positif virus corona (Covid-19) akibat penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020.
"Kalau hitung-hitungan terjadi lonjakan yang hebat akibat pemilu itu, fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tak akan tercukupi untuk menanggulangi itu. Itu jadi kekhawatiran kita," kata Daeng dalam webinar yang digelar KNPI secara daring, Kamis (24/9).
Daeng menegaskan bahwa para tenaga kesehatan banyak yang khawatir bila tahapan Pilkada 2020 digelar di tengah pandemi terus dilanjutkan. Sebab, bila terjadi lonjakan kasus corona saat pilkada bisa dipastikan tenaga kesehatan yang menanggung beban tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena terus terang yang sangat khawatir itu nakes, Pak. Karena apa? Kalau terjadi sesuatu nantinya beban beratnya di nakes," kata Daeng.
Daeng lantas meminta agar KPU bisa membuat skenario dan simulasi yang terukur agar tahapan Pilkada 2020 ke depannya bisa berjalan sesuai protokol kesehatan yang ketat.
Hal itu bertujuan agar para tenaga kesehatan bisa yakin bahwa pilkada bisa digelar dengan mematuhi protokol yang ketat.
Ia pun berharap agar pelbagai peraturan yang telah sudah diatur oleh KPU untuk memperketat penerapan protokol kesehatan di pilkada tak hanya sekadar formalitas dan berhenti di atas kertas semata.
"Kalau bisa lebih keras lagi [sanksinya] Pak. Karena kami orang kesehatan, kita ingin itu lebih keras sanksinya kalau misalnya ada yang melakukan kegiatan berkerumun di tahap pilkada itu lebih baik," kata Daeng.
Pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Padahal, sudah banyak pihak yang mendesak agar pilkada ditunda mengingat penyebaran virus corona belum berhasil dikendalikan.
Usai pemerintah dan DPR sepakat, KPU lanjut merevisi peraturan baru, yakni Peraturan KPU No. 13 tahun 2020. Kampanye rapat umum atau kampanye terbuka dilarang.
Hanya boleh rapat terbatas atau pertemuan tatap muka yang maksimal dihadiri 50 orang. Protokol kesehatan juga harus diterapkan.