Pemerintah RI tetap melaksanakan proses Pilkada Serentak 2020 meski menuai keberatan dari banyak pihak karena khawatir penularan Covid-19. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lewat juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman pada 21 September lalu menegaskan Pilkada tetap sesuai jadwal, namun harus diiringi dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat.
Akan tetapi, seperti pada masa pendaftaran bakal pasangan calon pilkada di KPU 270 daerah pelaksana Pilkada Serentak pada 4-6 September lalu, masa kampanye yang telah dimulai sejak Sabtu, 26 September 2020 pun masih marak diwarnai protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Dua hari bergulir, Bawaslu RI mencatat kampanye Pilkada Serentak 2020 telah diwarnai 18 pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Pada hari pertama, 26 September, terjadi delapan pelanggaran. Bahkan salah satunya dilakukan kubu mantu Jokowi sendiri, Bobby Nasution, yang bertarung di Pilwalkot Medan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Kota Medan, pelanggaran dilakukan dua kubu. Kubu petahana Akhyar Nasution-Salman Alfarisi menghadiri acara bersama relawan di Cafe Roda Tiga Jalan Sei Serayu Medan, Sabtu (26/9). Mereka bernyanyi bersama tanpa menggunakan masker. Sementara kubu penantang, Bobby-Aulia, menggelar Deklarasi Dukungan Sedulur Bobby-Aulia Rahman di Coffee D'kedan di hari yang sama. Ruangan tertutup itu penuh sesak oleh para pendukung yang hadir.
Pelanggaran protokol kesehatan bukan kali pertama dilakukan dua kubu itu. Baik Akhyar-Salman ataupun Bobby-Aulia juga diketahui mengerahkan massa saat masa pendaftaran pada awal September. Taji penyelenggara pemilu, terutama pihak penegak hukum pun kemudian dipertanyakan mengenai pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Direktur PUSaKO FH Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat penyelenggara pemilu dan penegak hukum harus segera menindak tegas para pelanggar tanpa pandang bulu dengan amanat baru yang telah dituangkan dalam aturan terbaru pada PKPU 13/2020 yang merujuk pada UU 6/2020.
Pasalnya, saat ini ada persepsi di publik bahwa pilkada dipaksakan saat pandemi karena ada kerabat Presiden Jokowi yang ikut serta. Tindakan tegas kepada pelanggar, termasuk kubu Bobby, akan menjadi jawaban tegas dari penyelenggara pemilu dan penegak hukum mengenai penegakan pencegahan penularan Covid-19 di tengah kegiatan Pilkada.
"KPU harus menunjukkan sikap itu sekaligus memperlihatkan bukan bagian dari intervensi yang telah dilakukan oleh Istana. Itu pentingnya juga untuk menegur Mas Bobby dan yang lain agar semangat independensi dan tidak diintervensi bisa ditunjukkan kepada publik," demikian pendapat Feri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (28/9).
Lewat PKPU Nomor 13 Tahun 2020, penyelenggara pemilu diberi kekuatan untuk menindak pelanggar protokol Covid-19 dengan sanksi baru dalam lima pasal baru. Sanksi bervariasi mulai dari teguran tertulis, pengurangan jatah masa kampanye, hingga pelaporan ke polisi.
Saat ini, kata dia, tinggal ketegasan dari penyelenggara yang ditunggu. Menurutnya, sanksi teguran tertulis hingga pengurangan jatah masa kampanye bisa diterapkan.
"Jadi kalau terpenuhi, sudah diberikan peringatan. Sanksi berikutnya apabila terus membandel," ujar Feri.
Dihubungi terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpendapat berbeda. Ia menilai kejadian ini merupakan buntut dari lemahnya dasar hukum yang dipegang KPU-Bawaslu.
Lucius menyebut sanksi-sanksi di PKPU 13/2020 terlampau lemah. Seharusnya ada perppu yang mengatur ancaman diskualifikasi bagi pelanggar protokol kesehatan.
"Tanpa ancaman sanksi diskualifikasi yang jelas menimbulkan efek jera, saya kira sulit berharap membuat jera paslon yang betul akan melakukan berbagai cara memastikan kampanye bisa berlangsung," ujar Lucius saat dimintai pendapatnya oleh CNNIndonesia.com, Senin.
Soal sanksi tegas berupa diskualifikasi tersebut, Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin pada 24 September lalu mengaku tak bisa masuk ke PKPU terbaru karena mentok di UU 6/2020. Atas persoalan tersebut, sejumlah tokoh dan pengamat menyatakan itu bisa diatasi dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh Jokowi.
Lucius mengatakan pembuatan Perppu baru untuk Pilkada di tengah Covid-19 bukanlah tak mungkin. Menurut dia itu bisa dilakukan karena KPU, Bawaslu, dan DPR sudah menyetujui. Hanya pemerintah yang belum memberi sinyal positif terkait Perppu.
"Dengan melihat potensi pelanggaran di hari pertama dan kedua, perlu kehadiran regulasi perppu yang kemudian bisa lebih tegas mengatur soal sanksi," ucap dia.
Sebagai catatan dalam PKPU 13/2020 sejumlah sanksi dalam lima pasal baru itu antara lain: teguran tertulis, langkah hukum oleh polisi, pembubaran kegiatan, dan larangan melanjutkan kampanye menggunakan metode yang dilanggar selama tiga hari.
Terbaru, Jokowi sendiri disebut telah meminta Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memerintahkan jajaran Korps Bhayangkara menindak tegas pelanggar protokol kesehatan selama tahapan Pilkada Serentak 2020. Hal tersebut diutarakan Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto usai rapat terbatas dengan Jokowi, Senin (28/9).
"Di pilkada, bapak presiden berharap kapolri bisa secara tegas menjaga protokol kesehatan dalam pelaksanaan pilkada," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden kemarin.
Pria yang juga Menko Perekonomian itu menerangkan bahwa Sang Presiden enggan pelaksanaan pilkada justru justru menimbulkan klaster penularan Covid-19. Oleh karena itu, dengan tindakan tegas dari kepolisian, potensi kerumunan massa saat kampanye dapat dihindari.
Jokowi sebelumnya telah memperingatkan tiga klaster penularan Covid-19 yang perlu diwaspadai yakni perkantoran, keluarga, termasuk pilkada. Ia pun telah memerintahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan kepolisan agar mengawasi pelaksanaan pilkada dengan ketat dan sesuai protokol kesehatan. Jokowi sendiri menilai pelaksanaan pilkada tak dapat ditunda lagi karena belum ada yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.