Hasil analisis media sosial dan online yang dilakukan oleh Astramaya dalam kurun waktu sebulan dengan kata pencarian Pilkada di Twitter dan Instagram, menghasilkan pertarungan narasi antara tunda pilkada serentak 2020 dan lanjutkan pilkada.
Astramaya menunjukkan persentase kedua narasi itu dalam angka 32 persen penganjur tunda pilkada dan 55 persen sepakat melanjutkan pilkada. Namun, mayoritas dari akun yang mendukung pilkada menunjukkan bahwa mereka berhubungan dengan akun kepolisian di tanah air.
"Dukungan pilkada disuarakan oleh akun-akun yang terasosiasi dengan pemerintah termasuk yang terafiliasi dengan polisi. Ini kalau kita tarik, rata-rata berasosiasi dengan institusi kepolisian" kata Pengamat media dari Astramaya Tomi Satryatomo dalam kajian online LP3ES, Rabu (30/9)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Tomi memaparkan bahwa akun-akun yang mendukung pilkada mayoritas datang dari akun nonorganik atau akun 'bodong' yang tidak memiliki identitas jelas dalam kepemilikan sosial medianya.
Jika akun-akun nonorganik itu dihapus dalam kelompok pendukung lanjutkan pilkada, maka jumlah pendukung pilkada yang berasal dari akun organik atau trusted human account, persentasenya lebih kecil dari akun-akun organik yang mendorong penundaan pilkada.
"Kalau lihat pola penyebarannya akun organik atau trusted human account yang memilih melanjutkan pilkada tidak terlalu banyak, persentasenya lebih kecil yang mendukung narasi tunda pilkada," kata dia.
Tomi melanjutkan analisis pencarian ini dilakukan dalam kurun waktu 25 Agustus-25 September, dimana dalam kurun waktu itu terjadi beberapa tahapan pilkada seperti pemberian rekomendasi calon kepala daerah oleh partai politik, pendaftaran, hingga persiapan kampanye.
Dalam temuannya, Tomi pun mengklasterkan lima akun influencer yang terafiliasi dengan akun polisi, dan mereka semua masif menyuarakan dukungan Pilkada via twitter seperti akun @1trenggalek. Kemudian, beberapa akun yang memiliki identitas kepolisian dengan unsur pelaksana badan reserse juga turut melakukan hal serupa, seperti akun twitter @Humas_Res_Bkt.
"Res singkatan dari reserse, jadi bayangkan akun-akun terkait reserse sekalipun ikut terlibat dalam percakapan melanjutkan pilkada," sambungnya.
Dalam sistematika kerjanya, akun-akun yang terkait institusi kepolisian level daerah berperan aktif menyuarakan dukungan atas kelanjutan pilkada. Terbukti dengan analisis tagar yang beberapa kali 'nangkring' di twitter dengan tagar seperti #MaklumatKapolriTaatProkes.
Dalam hal ini, menurut Tomi, faktor keterpercayaan yang diberikan cukup memberikan efek besar karena ditopang akun-akun dari pemerintah dan kepolisian.
"Ini tagar yang rajin disuarakan akun-akun pendukung pemerintah serta akun terafiliasi dengan kepolisian. Ada dominasi narasi yang luar biasa," kata Tomi.
Berdasarkan temuannya itu, Tomi menyimpulkan dua kemungkinan. Pertama dukungan pilkada dari akun terasosiasi kepolisian menunjukkan bahwa mereka menjalankan perintah Kapolri dalam mengamankan jalannya pilkada dengan protokol kesehatan Covid-19.
Yang kedua sebagai sebuah pertanyaan besar, apakah aparat keamanan mengambil sikap politik, sedangkan lembaganya diwajibkan untuk bersikap netral dalam kontestasi politik ini.
"Indikasi kemudian mereka mengambil sikap politik, apakah ini bisa dibaca sebagai sebuah sikap politik institusi yang seharusnya netral," ungkapnya.
Pilkada serentak 2020 di masa pandemi telah memicu pro dan kontra beberapa pekan terakhir. Polemik ini membagi masyarakat dalam dua kubu, yakni kelompok yang ingin pilkada ditunda, dan sebaliknya.
Pemerintah merespons polemik itu dengan memutuskan tetap menggelar Pilkada serentak 2020. Sebanyak 270 wilayah akan mengikuti gelaran pemilu lokal lima tahunan tersebut pada 9 Desember 2020 mendatang.
Kendati demikian, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan semua peserta Pilkada Serentak 2020 wajib mematuhi protokol kesehatan dan meminimalisasi kerumunan.
Kapolri Jenderal Idham Aziz juga telah menerbitkan Maklumat terkait kepatuhan terhadap protokol pencegahan virus Covid-19 dalam melaksanakan Pilkada Serentak 2020. Salah satu isi maklumat adalah setiap anggota kepolisian bisa menindak pihak yang melanggar protokol tersebut.
(khr/wis)