Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur melaporkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan netralitas pada Pilkada 2020.
Ketua KIPP Jatim, Novly Bernado Thysson, mengatakan Risma dalam kapasitas dan kewenangannya sebagai Wali Kota Surabaya melakukan perbuatan atau kebijakan yang mengarah pada keberpihakan ke pasangan calon nomor urut 1, Eri Cahyadi - Armuji.
"Sesuai dengan pasal 71 ayat 3 Undang-undang 10 tahun 2016 [tentang Pilkada], pemerintah daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih," kata Novly.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rincian dugaan pelanggaran itu adalah, pertama, penggunaan Taman Harmoni, yang merupakan fasilitas Pemerintah Kota Surabaya, sebagai tempat kegiatan penyerahan rekomendasi oleh partai politik kepada paslon Eri Cahyadi-Armuji, pada 2 September.
Menurutnya, itu bertentangan dengan pasal 71 ayat 3 UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Dimana Risma dalam jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya memfasilitasi tempat kegiatan politik praktis penyerahan rekomendasi partai kepada pasangan calon Eri Cahyadi dan Armuji di Taman Harmoni yang merupakan aset pemerintah dan dibangun dengan menggunakan APBD," katanya.
"Dan kehadiran Risma dalam acara tersebut pada hari kerja aktif. Bahwa tidak dapat dibenarkan Risma hadir mengatasnamakan diri sebagai pengurus DPP Partai karena acara berlangsung di hari dan jam kerja," tambahnya.
Ia mengatakan masyarakat Surabaya tentu masih ingat bagaimana Risma sebagai bersikap tegas terhadap setiap orang yang melakukan perusakan Taman Bungkul Surabaya beberapa tahun lalu.
Namun, kata Novly, justru Risma kini memfasilitasi pemakaian Taman Harmoni sebagai tempat kegiatan politik praktis.
"Ini sebuah gambaran jelas bagaimana seorang pemimpin berkuasa sesuai kehendaknya, tebang pilih dalam bersikap dan bertindak," sindirnya.
Pelanggaran yang kedua, lanjut Novly, yakni pencatutan gambar Risma pada reklame, baliho, atau banner Eri cahyadi - Armuji dengan tertera kalimat sosialisasi sebagai calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya.
"Terlepas siapa pihak yang memasang reklame, baliho, ataupun banner tersebut, harusnya Wali Kota Surabaya bersikap tegas dengan menertibkan setiap reklame, baliho, ataupun banner tersebut karena Risma sebagai Wali Kota Surabaya mempunyai kewenangan penuh memerintahkan Satpol PP untuk menertibkan," ujarnya.
Novly mengatakan pemasangan reklame, baliho, banner tersebut pada periode bulan Juli - Agustus, sebelum jadwal penetapan pasangan calon Eri Cahyadi - Armuji sebagai paslon. Artinya penertiban masih menjadi ranah kewenangan dari Pemerintah Kota Surabaya.
"Namun yang terjadi adalah baliho, banner tersebut tetap berdiri kokoh tidak tersentuh penertiban pemerintah kota Surabaya, sehingga memberi kesan bahwa ada dugaan perlakukan istimewa oleh Risma kepada Eri-Armuji," katanya.
![]() |
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Surabaya Muhammad Agil Akbar mengaku masih mempelajari laporan KIPP. Dia bersama komisioner yang lain akan melakukan rapat untuk menentukan apakah ada pelanggaran atau tidak.
"Kita pelajari dan mau bicara dengan anggota yang lain, kita rapatkan dulu lalu kita plenokan," ujarnya singkat, saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, Tim advokasi pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno melaporkan Risma ke Bawaslu Surabaya terkait dugaan tak netral dalam Pilkada Surabaya 2020.
Hal itu merujuk pada keberadaan foto Risma, yang masih menjabat Wali Kota Surabaya, dalam alat peraga kampanye pasangan Eri-Armuji.
(frd/arh)