Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menilai pemerintah Indonesia nekat dengan tetap menggelar Pilkada 2020. Padahal, penyebaran virus corona (Covid-19) belum berhasil dikendalikan.
"Indonesia super nekat, dari segi apapun tidak ada hal yang membuat kita optimis bahwa pengendalian Covid-19 dilaksanakan dengan baik, tetapi tetap dilaksanakan pilkada di di 270 wilayah," kata Burhan dalam Mata Najwa yang ditayangkan di Trans7, Rabu (30/9).
Burhan menilai pilkada di tengah pandemi akan membuat praktik politik uang marak terjadi. Tak lepas dari kondisi ekonomi masyarakat yang terpuruk akibat terdampak pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uang 10 ribu, 20 ribu itu secara value memiliki nilai lebih besar ketimbang ketika warga tidak mengalami tekanan ekonomi," imbuhnya.
Kecemasan akan penularan virus corona yang masif di tengah pelaksanaan pilkada sudah diutarakan sejumlah pihak sejak lama. Dari mulai pengamat pemilu hingga organisasi.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah, yang notabene organisasi Islam terbesar di Indonesia, juga sudah angkat suara. Mereka meminta pemerintah untuk menunda pilkada.
Namun, pemerintah bergeming. Tahapan pilkada kembali dilanjutkan. Kini sudah masuk masa kampanye sejak 26 September hingga 5 Desember mendatang.
Terbaru, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) berisi sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan selama pilkada berjalan.
Menurutnya, saat ini sudah ada peraturan untuk mengatur itu semua, sehingga tidak diperlukan perppu.
"Instrumennya sama, ancaman hukumannnya sama, instrumen hukumnya sama, aparatnya sama, terus apa Perppu yang diminta sampai saat ini, tindakan apa yang diperlukan yang tidak bisa dilakukan sehingga memerlukan Perppu kan. semuanya sudah ada," kata Mahfud saat konferensi persvia aplikasi Zoom Meeting, Kamis (1/10).
Lagi pula, kata Mahfud, selama ini belum ada pelanggaran luar biasa yang dilakukan oleh peserta Pilkada maupun para simpatisannya. Pelanggaran baru seputar kelebihan orang yang hadir saat kampanye, tidak jaga jarak, atau lupa pakai masker.
Menurut dia, pelanggaran yang terjadi hingga saat ini tergolong kecil, sehingga masih bisa ditindak dengan sanksi dari Bawaslu. Justru kata Mahfud pelanggaran malah lebih banyak terjadi di luar penyelenggaraan Pilkada.
"Kecil-kecil, tidak jaga jarak, tidak pakai masker. Kita tindaklah gitu, tetapi yang sampai fatal kan ndak ada, malah banyak pelanggaran-pelanggaran di luar urusan Pilkada, di pasar-pasar di mal-mal, di jalan yang ndak ada Pilkadanya malah ramai," kata Mahfud.
(khr/tst/bmw)