Pakar soal Lawan Omnibus Law: Uji MK dan Pembangkangan Sipil

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 15:42 WIB
Pembangkangan sipil dinilai sangat mungkin dilakukan karena rentetan kekecewaan publik. Mulai dari UU MK, UU KPK, UU Minerba, hingga kini UU Ciptaker.
Ribuan buruh di Kota Bandung, Jawa Barat, menggelar aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) di depan Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Selasa (6/10). (CNN Indonesia/Huyogo Simbolon)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menyatakan ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membatalkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang sudah disahkan oleh DPR.

Sejumlah cara itu, kata dia, dari sisi politik, hukum, dan sosial masyarakat. Dari sisi politik, menurutnya, meski sudah disetujui pada tingkat 2 atau paripurna, dalam praktiknya masih ada tahapan yang akan dilalui, yakni tahapan penyesuaian.

Pada cara tersebut, kata dia, anggota maupun fraksi di DPR yang telah menyatakan penolakannya mesti bisa memberi perhatian terhadap UU ini hingga resmi diundangkan. Ia mewanti-wanti jangan sampai ada penyelipan dan tambahan pasal-pasal di tahap penyesuaian itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biasanya pada praktiknya masih ada perbaikan typo dan sebagainya. Itu agak berbahaya. Itu wilayah berbahaya, sangat mungkin ada penambahan dan keanehan lainnya. Saya ingat UU Pemilu dulu begitu," kata Zainal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (6/10).

Masih dalam bingkai politik, menurut dia, UU ini juga masih menunggu tanda tangan Presiden Jokowi untuk proses pengesahan. Menurutnya, jika adanya aksi masyarakat yang ramai menolak, ia menyebut, tidak menutup kemungkinan Presiden tidak menandatanganinya.

"Terlepas kemudian dia tetap 30 hari kemudian menjadi UU. Tapi dia nanti kehilangan legitimasi, karena presiden tidak tanda tangan. Dan itu bisa jadi sarana kuat untuk pengujian di MK,' ujar dia.

Sementara untuk Perppu, Zainal mengatakan kemungkinannya hampir nol. Pasalnya sejak awal Jokowi yang ingin ada Omnibus Law.

"Ada opsi iya, tapi rasanya probabilitasnya hampir nol," kata Zainal.

Setelah aspek politik itulah, kata dia, muncul langkah perlawanan dari aspek hukum. Dari sisi ini, kata dia, ada cara menggugatnya melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi.

"Bisa secara materiil dan formil, bisa terhadap pasal dan metode pembentukan. Dan menurut saya ini yang harus dilakukan oleh kita bersama juga," ucap dia.

Sementara itu dari aspek sosial masyarakat, sangat memungkinkan dengan pembangkangan sipil. Poin ketiga ini, ia berpendapat, pembangkangan sipil memang harus dilakukan.

Alasannya, kata dia, selama ini proses legislasi yang dilakukan DPR dan Pemerintah telah melangkahi dan membelakangi kemauan publik.

"Ini bukan kali pertama, ini udah kuatrik dalam hitungan beberapa bulan. Mulai dari UU MK, UU KPK, UU Minerba. Saya lihat ini kebalik, yang dinginkan publik, misal UU PKS dicuekin. Saatnya perlawanan sipil dilakukan, pembangkangan sipil menurut saya penting," kata dia.

Walaupun masa pandemi yang membuat sulit untuk berkumpul, menurut dia, publik harus menunjukkan sikap ke pemerintah dan DPR. Apalagi, UUD mengenal kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD.

"Itu tiga hal yang bisa dilakukan secara politis, hukum, sosial masyarakat. Tidak untuk saling menegasi, tapi harus dilakukan bersama-sama," ujar dia.

(yoa/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER