Pakar: UU Ciptaker Sarat Eksploitasi SDA hingga Manusia

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 18:57 WIB
Proses permudahan izin mendirikan usaha hingga pemanfaatan lahan dinilai menjadi hal yang sangat berpotensi mengeksploitasi sumber alam tanpa kontrol.
Proses pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar hukum lingkungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Totok Dwi Widiantoro menilai UU Cipta Kerja mengeksploitasi sumber daya negara, baik alam dan manusia. Ini dilihat dari berbagai pasal yang diatur dalam UU yang diharapkan mendongkrak investasi itu.

"Spirit dan semangat UU ini berorientasi utama pada ekstraksi. Jadi mengejar kepentingan eksploitasi lingkungan dan sumber daya alam, termasuk manusia," katanya melalui konferensi pers daring yang digelar FH UGM, Selasa (6/10).

Dalam lingkup hukum lingkungan, ia menyebut UU Cipta Kerja mereduksi aspek kehati-hatian. Ini diduga dengan diubahnya izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengacu pada bagian ketiga UU Cipta Kerja pada paragraf pertama, Pasal 13 pada bagian tersebut mengatur persyaratan dasar perizinan berusaha, pengadaan tanah dan pemanfaatan lahan.

Korporasi, kata dia, hanya diwajibkan memastikan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi.

Ini berbeda dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada Pasal 36 disebut bahwa setiap usaha atau kegiatan wajib memiliki amdal atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) izin lingkungan. Izin lingkungan ini diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.

"Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL," tulis pasal 36.

Menurut Totok izin lingkungan dan persetujuan lingkungan memiliki perspektif yang berbeda. Izin lingkungan umumnya lebih ketat dan dibuat sebagai dasar pengambilan keputusan dalam kegiatan berusaha.

Pasal 1 paragraf 3 UU Cipta Kerja menyebut persetujuan lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

Pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha terhadap persetujuan lingkungan berada di tangan pemerintah pusat. Totok khawatir persetujuan lingkungan hanya menjadi formalitas bagi perusahaan.

Totok pun mengkritik partisipasi publik dalam mengawasi dampak usaha terhadap lingkungan yang dibuat minim. UU Cipta Kerja hanya memungkinkan warga yang terdampak langsung yang bisa terlibat dalam penyusunan amdal. Ini diatur pada Pasal 26 paragraf 3.

"Posisi pemerhati, perguruan tinggi tidak dihitung sebagai bagian rangka kontrol publik terkait upaya atau rencana pengambilan keputusan," katanya.

Pakar hukum lingkungan dari UGM lainnya, Wahyu Yun Santoso juga berpendapat serupa, terlebih karena perizinan berusaha akan berbasis risiko. Ini terjadi karena syarat perizinan ditentukan berdasarkan potensi bahaya dari kegiatan usaha.

Hal ini dijelaskan pada Pasal 7 paragraf 1, dimana disebut perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan. Tingkat bahaya dilihat dari aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya, serta risiko volatilitas.

Perizinan berusaha risiko rendah hanya memerlukan pemberian nomor induk berusaha. Kemudian untuk risiko menengah ditambah pemenuhan sertifikat standar. Sedangkan untuk risiko tinggi baru memerlukan izin yang disetujui pemerintah pusat.

"Pendekatan yang berbasis risiko pada dasarnya jelas membutuhkan kecukupan data, yang notabene kita secara nasional saja kerepotan soal itu. Kedua, ketersediaan infrastruktur yang [harus] memadai," ungkapnya.

Menentukan perizinan berusaha berdasarkan potensi bahaya kegiatan usaha juga menurutnya tidak rasional. Menurutnya, pada realisasinya, bisa ditemukan kompleksitas yang tidak bisa diprediksi.

UU Cipta Kerja disahkan DPR melalui Rapat Paripurna, Senin (5/10). Selain menuai kritik dari kalangan buruh, aktivis lingkungan sedari dulu banyak memprotes beleid dalam aturan tersebut yang dinilai mengabaikan lingkungan.

(fey/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER