Polri menetapkan Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Kota Medan Khairi Amri sebagai tersangka pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait kericuhan demo Omnibus Law Cipta Kerja. Polisi juga menetapkan tiga tersangka lain berinisial JG, NZ, WRB dan langsung ditahan.
"Ada beberapa kegiatan yang saya sampaikan dari Medan. Kita menemukan dua laporan polisi, ada empat tersangka kita tangkap dan penahahan, inisial KA, JG, NZ, WRB," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (15/10).
Argo menuturkan, Khairi berperan sebagai admin grup WhatsApp KAMI Medan. Polisi menemukan dalam grup itu sebuah foto yang memuat kantor DPR RI bertuliskan 'dijamin komplet kantor sarang maling dan setan'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto yang diunggah di grup WhatsApp itu menjadi barang bukti polisi.
"Itu ada di grup WhatsApp, ada gambarnya kami jadikan barbuk, kami ajukan ke JPU," katanya.
Dari foto yang dikirim itu, Khairi juga memberikan keterangan ajakan untuk melempar gedung DPR dan polisi. Dalam tulisan itu juga tercantum agar jangan takut dan jangan mundur.
"Jadi ini tersangka KA, dia admin KAMI Medan akan kita perdalam kembali. Di sana banyak member-nya, masih didalami siber crime," ucap Argo.
Polisi menyebut Khairi juga sempat memberi arahan langsung dengan mengumpulkan massa sambil membagi nasi bungkus.
Argo menyebut keempat tersangka dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
Selain itu juga Pasal 45 ayat (3) UU ITE tentang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan akses informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik.
Keempatnya juga dijerat Pasal 160 KUHP tentang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum dengan ancaman enam tahun penjara.
Polisi sebelumnya telah menangkap Khairi pada Senin (12/10) lalu lantaran diduga terlibat demo menolak Omnibus Law yang berujung ricuh di Medan.
Polisi sebelumnya menduga di DPRD Sumatera Utara (Sumut) pekan lalu disusupi kelompok tertentu agar terjadi kerusuhan. Aparat langsung mendalami oknum penunggang aksi ricuh di Medan.
Aksi unjuk rasa tersebut awalnya berjalan kondusif. Akan tetapi sore harinya pukul 18.00 WIB, para pedemo yang mayoritas mahasiswa menolak membubarkan diri. Kemudian ratusan pedemo itu melempari aparat kepolisian dengan menggunakan batu sehingga terjadi kerusuhan.
(psp/dhf)