Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil masih mengkaji berbagai aspek aturan terkait sanksi denda bagi warga Jabar yang menolak vaksinasi Covid-19.
Saat ini, kata Ridwan, pihaknya masih enggan membuat aturan sanksi dalam Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan Covid-19 seperti yang ditempuh Pemprov DKI Jakarta.
"Nah, terkait vaksin itu ada denda, saya kira itu Jakarta. Kami tadi sudah instruksikan mengkaji secara aturan hukum karena apakah dengan orang menolak vaksin kira-kira begitu, melanggar situasi seperti ini (pandemi) atau kita yang memaksa melanggar HAM. Itu juga sedang kita bahas," kata pria yang akrab disapa Emil itu dalam jumpa pers virtual, Kamis (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan wali kota Bandung itu mengatakan pihaknya lebih mengutamakan kesadaran masyarakat agar mau mengikuti vaksinasi Covid-19. Edukasi tentang manfaat vaksinasi menurutnya, juga harus diinformasikan kepada masyarakat.
"Kami sih berharap semua dengan kesadaran sendiri makanya edukasi itu menjadi penting. Seperti contoh grafik orang cacar sebelum vaksin ditemukan tinggi sekali tapi setelah divaksin turun sekian tahun hilang. Nah, mudah-mudahan kesadaran itu hadir," ujarnya.
Lebih lanjut, Emil mengatakan edukasi tentang vaksin Covid-19 penting dilakukan. Sebab, menurut dia, banyak informasi hoaks yang beredar di tengah masyarakat saat pandemi Covid-19.
"Tapi kan kita tahu selama Covid banyak provokasi, banyak hoaks," ujarnya.
Peraturan Daerah (Raperda) penanggulangan Covid-19 di Jakarta resmi disahkan DPRD DKI Jakarta pada Senin (19/10). Dalam Perda ini, DPRD menyertakan ketentuan pidana kurungan bagi pelanggar protokol kesehatan.
Dalam salinan Perda yang diterima CNNIndonesia.com, ketentuan pidana denda itu diatur dalam Bab X Pasal 29 hingga Pasal 32 mengenai Ketentuan Pidana. Beleid tersebut menjelaskan mengenai pelanggaran apa saja yang dapat dijatuhi pidana denda.
Di antaranya yakni, masyarakat yang menolak dites PCR atau rapid test, dan diberi vaksin yang diselenggarakan Pemprov DKI Jakarta dapat dikenakan pidana denda paling banyak Rp5 juta.
(hyg/pmg)