Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki sejumlah pasangan calon di Pilkada Serentak 2020 di luar daerah Sulawesi Utara.
Hal itu disampaikannya dalam agenda diskusi webinar pembekalan calon kepala daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat (NTB), di YouTube kanal KPK, Kamis (5/11).
"Kami sampaikan pada kesempatan ini KPK bahkan telah memulai penyelidikan pada beberapa pasangan yang terikut dalam penyelenggaraan Pilkada ini," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia, yang merupakan mantan hakim tindak pidana korupsi, enggan menyebut secara detail paslon yang sedang diselidiki itu.
"Syukur Alhamdulilah kalau bisa kami sebutkan itu di luar Sulawesi Utara, tapi kami ingin memastikan bahwa tim KPK terus melakukan pemantauan di tengah penyelenggaraan kegiatan Pilkada ini. Terlebih di tengah situasi pandemi seperti yang kita hadapi bersama ini," ucap Nawawi.
Meski belum ada penyelidikan di Sulawesi Utara, Nawawi menegaskan hal itu tidak berarti pihaknya berhenti melakukan pengawasan di daerah yang dipimpin Olly Dondokambey itu.
"Tadi kami sebutkan bahwa untuk Sulawesi Utara ini ada Korwil III KPK yang tergabung dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat. Korwil di daerah ini tidak hanya bicara di dalam bidang pencegahan tetapi juga dalam bidang penindakan," tandasnya.
Diketahui, Pilkada Sulut sendiri diikuti tiga pasangan calon, termasuk calon petahanan Olly Dondokambey yang berpasangan dengan Steven Octavianus Estefanus Kandouw.
Dua paslon lainnya ialah Christiany Eugenia Paruntu-Sehan Salim Landjar, dan Vonnie Anneke Panambunan-Hendry Corneles Mamengko Runtuwene.
Nama Olly sendiri sempat disebut oleh terpidana Setya Novanto sebagai salah satu penerima dana dalam proyek e-KTP. Sejauh ini, status kader PDIP ini masih saksi.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz memerintahkan kepolisian se-Indonesia untuk menunda proses penegakan hukum di tahap penyelidikan atau penyidikan terhadap paslon di Pilkada 2020.
Donatur Pamrih
Dalam kesempatan itu, Nawawi mengingatkan pasangan calon kepala daerah (cakada) untuk bersikap cermat atas kepentingan ekonomi donatur yang mensponsori mereka di Pilkada Serentak 2020.
"KPK mengingatkan cakada mewaspadai pamrih sponsor Pilkada," ucap dia.
Berdasarkan temuan KPK di Pilkada 2018, bantuan pendanaan ini dibutuhkan untuk menutup biaya pemenangan. Kebutuhan dana untuk ikut pilkada di tingkat kabupaten atau kota adalah Rp5-10 miliar. Untuk menang, kata dia, cakada harus menyediakan uang sekitar Rp65 miliar.
Sementara, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan (LHKPN) cakada yang disampaikan kepada KPK, rata-rata total harta pasangan calon mencapai Rp18,03 miliar. Ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp15,17 Juta.
![]() |
Pendanaan dalam Pilkada, lanjutnya, diperlukan untuk membayar uang mahar pencalonan kepada partai politik pendukung, advertensi kampanye, sosialisasi kepada konstituen, hingga honor saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Selain itu, gratifikasi kepada masyarakat pemilih dalam bentuk barang, uang, janji atau beli suara, serta biaya penyelesaian hukum konflik kemenangan Pilkada.
Untuk menutupnya, pendanaan dari donatur pun dibutuhkan. Pada Pilkada 2018, katanya, lebih dari 80 persen calon kepala daerah dibantu pendanaannya oleh sponsor.
Masalahnya, kata Nawawi, donatur yang kebanyakan pengusaha itu ada pamrihnya jika calon yang didanainya menang. Di antaranya, dalam bentuk kemudahan perizinan dalam menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta keamanan dalam menjalankan bisnisnya.
"Survei itu bertanya kepada cakada, apakah orang yang menyumbang atau donatur ini mengharapkan balasan di kemudian hari saat para cakada menjabat? Jawabannya, sebagian besar cakada, atau 83,80 persen dari 198 responden, menyatakan akan memenuhi harapan tersebut ketika dia menjabat," tuturnya.
Lebih lanjut, Ketua Bawaslu Sulawesi Utara, Herwyn J. H. Malonda, menekankan perlunya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pilkada. Di Sulawesi Utara, menurutnya, sampai saat ini sudah ada 69 ASN yang direkomendasikan oleh Bawaslu untuk diberikan sanksi oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
"Berdasarkan rangking kerawanan politik uang, Sulawesi Utara berada di peringkat kedua teratas. Karenanya, yang paling penting adalah edukasi kepada konstituen untuk dapat memilih cakada yang menurut mereka berintegritas," ucap Herwyn.
"Modus politik uang kini sudah canggih, bukan sekadar sebar uang, tapi juga sudah masuk ke sistem e-money, termasuk pemberian paket data internet ke warga," lanjutnya.
(ryn/arh)