Penasihat hukum Irjen Napoleon Bonaparte, terdakwa kasus penghapusan nama buronan Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO), menyebut perkara yang menjerat kliennya merupakan rekayasa. Penasihat hukum meminta Napoleon dibebaskan dari tahanan.
Mereka menyinggung sejumlah catatan kwitansi tanda terima uang yang tidak secara jelas menyebutkan maksud dari pemberian uang sebesar Sin$200 ribu dan US$270 ribu.
"Penerimaan uang sejumlah Sin$200 ribu dan US$270 ribu untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," ujar Tim Hukum Napoleon, Santrawan T. Pangarang saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Santrawan berpendapat, dengan tidak adanya penjelasan mengenai maksud pemberian uang, maka penyidik Bareskrim Polri dan Jaksa Penuntut Umum tidak bisa menafsirkan seolah-olah uang diberikan agar Napoleon selaku mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri menghapus daftar buronan Djoko Tjandra.
"Keberadaan kwitansi tanda terima uang baik secara langsung maupun tidak langsung sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," ucapnya.
Hal tersebut, kata Santrawan, diperkuat dengan keterangan sejumlah saksi dalam proses penyidikan, seperti Djoko Tjandra, Nurmawan Fransisca, Nurdin, dan Prasetijo Utomo.
Ia mengutip Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djoko Tjandra pada 6 Agustus 2020 yang menurutnya tidak ditemukan fakta uang tersebut diberikan kepada Napoleon.
"Bahwa tidak ada keterangan kesaksian yang termuat di dalam keseluruhan BAP dari saksi Djoko Soegiarto Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari terdakwa terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kwitansi tanggal 27, 28, 29 April 2020, serta 4, 12 dan 22 Mei 2020," imbuh Santrawan.
Selain itu, ia mengutip BAP Prasetijo tanggal 13 Agustus 2020 yang pada pokoknya menyatakan tidak tahu-menahu perihal penyerahan uang sebesar Sin$200 ribu dan US$270 ribu dari Djoko melalui Tommy Sumardi kepada Napoleon.
"Saya tidak tahu tentang hal tersebut," kata Santrawan membacakan BAP Prasetijo.
Berdasarkan hal tersebut, Santrawan meminta majelis hakim mengabulkan seluruh eksepsi dan menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal demi hukum.
"Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera melepaskan Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dari dalam Tahanan," ucap Santrawan menambahkan.
Dalam perkara ini, Napoleon didakwa menerima suap sebesar Sin$200 ribu dan US$270 ribu atau sekitar Rp6 miliar dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Suap itu dimaksudkan agar Napoleon menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktrorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
(ryn/pmg)