Bupati Nduga Yairus Gwijangge berpulang pada Minggu (15/11) dini hari. Pria usia 52 tahun ini mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 03.00 WIB di tengah perawatan medis di Rumah Sakit Mayapada Jakarta.
Setahun belakangan, bupati yang menjabat hampir dua periode tersebut dikenal getol meneruskan aspirasi warga Nduga, Papua.
Pada 2019 silam, ribuan warga di kabupaten itu terpaksa harus mengungsi ke sejumlah daerah dan kabupaten lain akibat konflik senjata antara TNI-Polri dengan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bupati kelahiran Mapenduma ini lantas mengupayakan pelbagai hal. Salah satunya meminta bantuan ke Ketua DPR RI Bambang Soesatyo untuk menyampaikan pesan ke Presiden Joko Widodo.
Ia meminta agar personel TNI dan Polri segera ditarik dari Nduga. Pasukan keamanan sejak Desember 2018 menggelar operasi militer untuk mengejar sejumlah tersangka pembunuh pekerja proyek Trans Papua.
Permintaan yang disampaikan Yairus pada Agustus 2019 itu lantaran kekhawatiran akan kecemasan warganya.
"Kami dengan harapan penuh meminta kepada Presiden melalui Ketua DPR bahwa penarikan anggota TNI (dan) Polri nonorganik dan organik itu sama-sama melaksanakan tugas di sana," ungkap Yairus usai bertemu Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 5 Agustus 2019 lalu.
Menurut Yairus kala itu, keberadaan personel TNI dan Polri di Nduga membuat hidup masyarakat tidak tenang. Masyarakat bahkan terpaksa mengungsi ke rumah saudara atau kerabat di kabupaten lain.
Alhasil ketika itu, sekitar 11 distrik di Nduga dalam kondisi kosong.
Rentetan kontak senjata di Nduga, antara aparat dan TPNPB membuat masyarakat setempat trauma. Pada pertengahan 2019 dilaporkan setidaknya lebih 2.000 warga Nduga memilih mengungsi.
Sementara itu, per 30 Juli 2019 Kementerian Sosial menyatakan ada 53 pengungsi korban konflik Nduga di Papua meninggal sejak Desember 2018.
Pemerintah mengklaim, kematian pengungsi disebabkan di antaranya karena faktor usia dan sakit. Dari 53 orang yang meninggal, 23 di antaranya anak-anak.
![]() |
Selain mengakibatkan trauma, Yairus sempat menyinggung, keberadaan personel TNI-Polri membuat kegiatan belajar mengajar di 24 sekolah serta keagamaan di 98 bangunan gereja yang tersebar di 11 distrik di Nduga tidak dapat berjalan.
Tak hanya itu, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pun tidak berfungsi sebagaimana semestinya. Sayangnya, pelbagai argumen itu seolah diabaikan oleh aparat hingga pemerintah.
Saat tutup usia, Yairus masih menjabat sebagai Bupati Nduga. Masa kepemimpinannya seharusnya purna pada 2022 mendatang.
Dikutip dari berbagai sumber, pria kelahiran 1968 itu memulai pendidikan dari SD YPPGI Mapnduma 1985, SMP YPK Sentani 1988, SPG AKP Sentani 1991, D2 Efata Wamena tahun 1996, dan berakhir menjadi Sarjana S1 di Universitas Cendrawasih pada 2005.
Yairus juga dikenal sebagai orang yang aktif dalam sejumlah organisasi, hingga pernah menjabat sebagai anggota DPRD, dan petinggi Partai Golkar di Nduga.
Ia pernah menjadi Ketua Asrama Pelajar Mahasiswa di Sentani Jayapura, Direktur pada CV. Karya Mapenduma, Guru SD Inpres YIGI, dan Anggota DPRD Kabupaten Jayawijaya melalui Partai PDS.
Yairus juga sempat dipercaya sebagai Wakil II Gapensi Kabupaten Jayawijaya, menduduki jabatan Wakil III GAPEKNAS Kabupaten Jayawijaya, serta Ketua DPD II Golkar Nduga.