Polri membantah kesaksian Mantan Kadivhubinter Mabes Polri, Irjen Napoleon Bonaparte yang menyeret sejumlah nama mulai dari Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Pramono hingga Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Diketahui, saat bersaksi di hadapan hakim, Selasa (24/11), Napoleon mengaku dirinya menerima terdakwa Tommy Sumardi karena menyebut-nyebut nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin.
Tommy Sumardi merupakan pengusaha yang didakwa membantu terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) menyuap dua jenderal polisi terkait penghapusan red notice.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait isu yang dilemparkan oleh terdakwa NB (Napoleon Bonaparte), sudah kami sampaikan jauh-jauh hari bahwa tidak ada di BAP. Sama pengacaranya TS (Tommy Sumardi) sudah dijawab juga kan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/11).
Termasuk, kata Awi, dalam persidangan juga akan diperiksa mengenai kesesuaian kesaksian dari para terdakwa dan saksi yang telah termaktub dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Fakta-fakta hukumnya tidak ada, gitu lho. Kalau ada fakta-fakta hukum itu kan mesti ada saksinya, ada yang melihat, ada ini, kayak gitu-gitu," ujarnya.
Pengakuan Napoleon itu diucapkan dia saat diperiksa dalam sidang lanjutan perkara penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/11).
Napoleon bercerita bahwa Tommy bersama dengan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo --terdakwa lain-- mendatangi kantornya pada awal April 2020. Kemudian, Prasetijo diminta keluar oleh Tommy Sumardi.
Napoleon mengatakan bahwa Tommy mendatanginya untuk mengecek status red notice Djoko Tjandra. Ia mengaku tidak mudah percaya begitu saja. Apalagi, menurutnya, urusan tersebut bukan merupakan hal sepele.
(mjo/ain)