Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyidik kasus dugaan investasi bodong oleh Kampung Kurma Group terkait dalam pembelian lahan kavling palsu atau properti.
Setidaknya, keuntungan yang diperoleh dari penjualan investasi bodong itu mencapai Rp333 miliar. Namun, polisi belum memiliki tersangka meski penyidikan telah berjalan sejak September.
"Bulan September lalu, proses ini sudah dinaikkan ke penyidikan. Kami sedang berproses, penyidik telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi kurang lebih 35 orang," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Awi, penyidikan itu bermula dari informasi yang disampaikan oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) bentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2020.
Dari penyelidikan awal, Awi menuturkan bahwa terdapat pendirian enam perusahaan yang tergabung dalam Kampung Kurma Group pada 2017 hingga 2018 lalu. Perusahaan itu tersebar di beberapa wilayah seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Lebak, hingga Kabupaten Pandeglang.
Dalam hal ini, perusahaan itu masing-masing menawarkan 4.208 kavling dengan bonus sebuah pohon kurma untuk masing-masing kavling. Belum lagi, kata dia, penjual juga menjanjikan sejumlah fasilitas di sekitar lokasi seperti pesantren, masjid, arena olahraga, kolam renang, dan lainnya.
"Nilai total dana penjualan yang diperoleh sekitar Rp333 miliar lebih," kata Awi.
"Ternyata, sebagian besar dari transaksi 2 ribu orang lebih korban itu, tidak terdapat fisik dan bonus yang telah dijanjikan," tambahnya.
Selain itu, pembeli yang mendapatkan kavling tersebut juga terkendala dalam proses peralihan akta jual beli (AJB) antara pemilik lahan dengan pembeli. Hal itu disebabkan perusahaan Kampung Kurma Group tidak memiliki izin usaha perantara perdagangan properti.
Awi menjelaskan bahwa penyidik masih melakukan penelusuran terhadap data-data transaksi yang dicatatkan oleh perusahaan itu.
Penyidik, kata Awi, juga menelusuri aliran dana yang tercipta dari hasil penjualan kavling yang diduga melanggar hukum tersebut. Dalam hal ini, penyidik melakukan pelacakan aset.
"Ada yang menyampaikan DP (uang muka), ada yang bayar full, ini lagi dipisah-pisah karena memang ini datanya parah, amburadul," ucap Awi.
(mjo/arh)