ANALISIS

Menteri Pengganti Edhy Prabowo & Riak Koalisi Gerindra-Jokowi

CNN Indonesia
Jumat, 27 Nov 2020 10:38 WIB
Dugaan korupsi Menteri KKP Edhy Prabowo dinilai mempengaruhi hubungan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo.
Dugaan korupsi Menteri KKP Edhy Prabowo dinilai mempengaruhi hubungan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo harus rela mengenakan rompi oranye khas tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepulang dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat, 25 November kemarin.

Edhy resmi menyandang status tersangka korupsi. Ia diduga menerima uang mencapai Rp9,8 miliar terkait izin ekspor benur atau benih lobster dari sejumlah perusahaan yang dikumpulkan dari satu rekening.

Politikus Partai Gerindra itu tak menikmati uang tersebut sendiri. Uang miliaran rupiah itu turut dinikmati sejumlah staf hingga istri Edhy Iis Rosita Dewi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Edhy mengklaim kasus hukum yang menjeratnya ini sebuah kecelakaan. Ia pun meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo, Ketua Umum Prabowo Subianto, hingga seluruh masyarakat Indonesia.

Mantan anggota DPR itu juga telah mengajukan pengunduran diri sebagai menteri Kabinet Indonesia Maju dan wakil ketua umum Gerindra.

Meski telah mengakui dan meminta maaf, bahkan menanggalkan jabatan, tindak tanduk Edhy itu telah mencoreng muka Prabowo serta Gerindra. Prabowo dan partai berlambang kepala Garuda itu pun mendapat kecaman publik.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai korupsi yang dilakukan Edhy tersebut menjadi tsunami yang menghantam Gerindra di tengah 'kemesraan' politik di lingkar pemerintahan Jokowi.

"Kasus dugaan korupsi di KKP ini menjadi tsunami politik bagi partai Gerindra yang baru pertama kali masuk kabinet pemerintahan," kata Karyono kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/11).

Karyono mengatakan kasus dugaan korupsi Edhy tersebut bisa menggerus kewibawaan Prabowo dan Gerindra. Terlebih, Prabowo selama ini selalu menarasikan diri sebagai sosok antikorupsi.

Kasus ini juga, menurut Karyono, bisa mempengaruhi citra partai dan personal kader di Gerindra. Secara elektoral, yang paling terkena dampaknya adalah Prabowo yang digadang-gadang bakal maju menjadi calon presiden 2024 mendatang.

"Karena peristiwa ini terekam dalam memori kolektif publik," ujarnya.

Karyono berpendapat dugaan korupsi Edhy tersebut juga bisa mengganggu relasi politik Prabowo dan Jokowi yang baru terjalin manis usai bertarung dalam dua edisi pilpres, 2014 dan 2019.

Tak ayal, katanya, kasus ini juga membuat Jokowi dilema dalam mengambil langkah politik ke depan. Hal ini berkaitan dengan mencari sosok pengganti Edhy di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Jika pengganti Edhy Prabowo dari kader Gerindra, maka dapat menurunkan tingkat kepercayaan Presiden Jokowi di mata publik. Ini akan merugikan citra Jokowi," kata Karyono.

"Sebaliknya, jika Jokowi mengganti menteri KKP dari luar kader Gerindra, tentu Gerindra akan membuat perhitungan. Jika hanya mendapat 1 kursi maka Gerindra bisa mengambil keputusan untuk keluar dari koalisi," lanjutnya.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) didampingi Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo mengangkat ibu jari seusai bertemu Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019). Prabowo mengaku siap membantu di dalam pemerintahan pada periode tahun 2019-2024. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) didampingi Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo mengangkat ibu jari seusai bertemu Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019). Prabowo mengaku siap membantu di dalam pemerintahan pada periode tahun 2019-2024. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.

Jangan Beri ke Gerindra

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menganggap Gerindra dalam kondisi sulit di koalisi pemerintah usai Edhy ditetapkan tersangka korupsi.

Dedi menilai Gerindra sudah tak memiliki nilai tawar kepada Jokowi saat ini. Menurutnya, tak ada pilihan lain bagi Gerindra, kecuali merelakan kursi menteri KKP sekalipun Prabowo bisa melobi Jokowi.

"Hanya saja, jika Presiden kembali menempatkan kader Gerindra di KKP, potensi abuse of power menteri baru nanti akan tinggi terutama terkait pengusutan kasus yang bisa saja akan meluas," kata Dedi kepada CNNIndonesia.com.

Jokowi, kata Dedi, memang sudah seharusnya tidak kembali memilih kader Gerindra. Menurutnya, masyarakat akan sulit percaya terhadap komitmen pemberantasan korupsi jika KKP masih dipimpin Gerindra.

"Hal ini tentu dilematis bagi Jokowi," ujarnya.

Dedi mengatakan secara politik, Gerindra sangat tersudut dengan kasus dugaan korupsi yang dilakukan salah satu kader seniornya tersebut. Terlebih, Gerindra baru pertama kali masuk pemerintahan setelah menjadi oposisi satu dekade.

"Bahkan lambatnya Prabowo memberikan statemen, bisa saja ditafsir publik jika ia tahu, jika ada tindakan kriminal yang dilakukan oleh Edhy jauh sebelum tertangkap," katanya.

Lebih lanjut, Dedi mengatakan mudah sebenarnya memperbaiki citra partai yang sejak 2014 lalu kerap bersebrangan dengan pemerintah. Salah satunya dengan membuktikan komitmen antikorupsi Prabowo.

Selain itu, kata Dedi, Prabowo juga harus langsung memecat Edhy sebagai kader dan mengundurkan diri sebagai menteri pertahanan. Menurut

"Fokus sebagai ketua umum Parpol. Kondisi ini akan membangun simpati publik, dan harus menjaga agar kader Gerindra lain tidak ada yang kembali tersangkut kasus rasuah," ujarnya.

"Itu akan jauh miliki impact, dibanding hanya menyampaikan kecaman dan peringatan pada kader, terlebih ini tahun Pilkada, Gerindra perlu menjaga kepercayaan publik," kata Dedi melanjutkan.

(tst/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER